Sabtu, 06 Desember 2014

Desember Deg-degan

Gak kerasa ya waktu terlalu cepat berputar. Kaget juga pas ngeliat postingan terakhir di blog sekitar Mei kemarin. Udah lama banget gak nulis blog lagi... Hohoho. Kayaknya mesti lebih konsisten lagi deh update tulisan biar gak kudet ama waktu hehe

Btw, penghujung tahun ini bener-bener bulan yang bikin deg-degan banget, bloggers. Bayangin aja, pengumuman hasil Tes Kemampuan Dasar dari seleksi CPNS 2014 Provinsi Kalimantan Timur dilakukan bulan ini. Trus jadwal perjalanan suami yang padat n akunya yang pengen mudik karena ortu mau umrah bikin jebol tabungan. Alhasil tagihan membengkak n sisa duit buat bulan ini bener2 di red alert deh. 

Belum lagi gosip-gosip yang beredar bahwa Januari 2015 ntar bakal ada mutasi besar-besaran untuk karyawan. Mending ntar klo suami pindahnya ke Sumatera atau minimal Sanga-sanga yg masih Kaltim juga. Gimana kalo mutasinya malah ke Sorong, Papua??? Masih mending lah Sorong. Kalo Klamono??? Ooh tidaak... Bener2 bulan deg-degan deh Desember ini. 

Apa harus minum es degan kali ya biar bisa menormalkan perasaan? Emang lagi haus aja tu, alesan doang hehe...

Tapi ya, memang hari esok tu rahasia banget. Gak ada yang tau. Mau nanya ke orang pintar sekalipun gak kan bisa menyamai gimana esok bakal terjadi. Yaaa... Hanya Allah lah Yang Maha Tahu :)

Minggu, 11 Mei 2014

Memori Sectio Caesar (SC), Delivering

Hahaha... Bingung mau bikin judul gimana. Yang jelas intinya dari tulisan saya kali ini adalah mengenang kembali detik-detik melahirkan dulu. 

Kalau diingat-ingat lagi, jujur kayak enggak percaya dulu pernah merasakan hamil. Soalnya sekarang udah gede bayinya, mau masuk 10 bulan. Gak kerasaaaa... Padahal perasaan baru aja hamilnya, nikahnya juga hehehe. Beneran, tiga tahun tuh rasa baru 3 hari. Itu lah hidup (ni tulisan jadi fokus kemana sih?). 

Kebetulan saya dan suami sepakat untuk melahirkan di Aceh, disamping ibunda saya tercinta. Kalo ma mertua agak segan kalau perlu apa-apa. Bareng suami, malah kejauhan aksesnya kalau sewaktu-waktu kontraksi hebat. Akhirnya, mau gak mau saya bersikeras mau melahirkan dekat mama aja. 

Kebayang dong malam ini kamu masih asyik chatting ama suami yang notabene berjauhan (karena ia kerja di lapangan) trus tiba-tiba lagi enak-enaknya tidur, ada yang nendang-nendang dari dalam perut ngebet pengen keluar. Jangan bayangin kayak rasa kebelet pengen BAB. Lebih dari itu malah. Sumpah, tepat jam 2 malam tanggal 16 juli 2013 bertepatan dengan 7 Ramadhan di usia kehamilan tepat 40 minggu janin dalam perut menunjukkan aksi pemberontakan brutal pertamanya. Sakitnya luar binasa, dah! Tapi berlangsungnya hanya beberapa menit aja. Soalnya sempat berhenti lalu saya coba tidur dan terlelap selama satu jam. 

Tapi ternyata tepat jam 3 malam sundulan janin makin menjadi-jadi. Anehnya bukan mules di perut yang saya rasakan melainkan sakit yang super duper di bagian miss V. Karena terus-terusan dan enggak tahan lagi, akhirnya saya gedor-gedor lah pintu kamar mama dan ayah yang sedang tidur lelap. Sejak itu, sakitnya nyaris tanpa interval dan saya pun panik. Tingkah udah kayak orang gila dan sempat diprotes sama mama karena mondar-mandir enggak jelas di dalam rumah. Mama menyuruh saya untuk duduk agar tenang. Boro-boro mau tenang, ini miss V rasanya udah sobek. 

Setelah ngeliat baju tidur saya yang mulai berlendir bercampur sedikit darah, mama pun bergegas bersama ayah untuk mengantarkan saya ke RSU. Untungnya sorenya mama bersikeras untuk memasukkan pakaian bayi ke dalam koper karena jauh-jauh hari firasat beliau bilang bayi saya bakal lahir tanggal 16. Ada apa dengan tanggal 16? Ntar ulasan berikutnya :D

Terus terang, kondisi psikis saya bener-bener enggak siap dengan kontraksi yang lebih cepat dari perkiraan yang seharusnya tanggal 23 juli nanti. Padahal menjelang maghrib sempat kontrol juga, soalnya suka sering dorong. Tapi ya yang namanya melahirkan memang misteri. Enggak ada yang bisa memastikan. Begitu tiba di RS jam 4, oleh bidan diperiksa bagian dalam yang katanya udah bukaan 1. Masih lama, katanya. Ya Allaah, udah sakitnya ampun-ampunan. Kapan lahirnya? Trus diperiksa lagi pukul 6 lebih karena saya sempat tidur sambil nahan sakit dan penuh keringat, bukaan 3. Lalu bidan nyuruh saya untuk jalan. Tapi anehnya, saya lunglai. Enggak kuat jalan sama sekali, harus dipapah. Sementara darah udah menetes di lantai ruang bersalin. 

Aneh yang lain lagi adalah saya sama sekali enggak sanggup tidur. Saya hanya bisa duduk untuk nahan sakit kontraksi yang terjadi. Tiap kali rebah kepala, otomatis terangkat karena takut jatuh kalau tidur terlentang. Dokter koas dan bidan memegang perut saya, langsung dapat tepisan dari saya. Enggak sopan banget, enggak tau sakit apa??? Hehe

Berulang kali saya minta SC segera. Tetangga yang datang atas permintaan mama menyemangati untuk normal. Bidan mulai bosan dengerin keluhan saya. Belum lagi di ruangan itu orang-orang pada sewot, bikin saya makin stress dan makin yakin memilih jalan SC di tengah perasaan sedang meregang nyawa. Apalagi mengingat suami jauh di Kalimantan. Pikiran saya melayang seketika, berangan-angan. Gimana kalau ntar saya meninggal pas lagi melahirkan, minimal bayi kami selamat walaupun saya harus kehilangan nyawa. Karena di hadapan mata seolah-olah bayang-bayang kematian itu hadir siap menjemput saya. Belum lagi melihat di tangan bidan yang sudah menyediakan obat syntho. TIDAAAK, SAYA ENGGAK MAU DIINDUKSI! Akhirnya, bulat tekad saya untuk memilih SC untuk melahirkan. 

Ternyata harus mengantri, ada pasien yang sedang SC. Ayah menjadi wakil dari suami untuk mentandatangani surat perjanjian operasi. Sambil menunggu, saya diwajibkan melepas seluruh pakaian tanpa sehelai benang pun. Infus dipasang. Jujur, belum pernah sebelumnya saya merasakan diinfus dan dirawat di RS. Setelah usai, saya digiring ke ruang operasi. Namun tidak juga mulus, harus menunggu beberapa saat untuk para perawat dan dokter mempersiapkan alat operasi. 

Begitu masuk ruangnya, kepala saya langsung dibalut dengan penutup plastik. Perhiasan semuanya harus dilepas, lalu tangan dihubungkan dengan tensi meter otomatis untuk memantau tekanan darah. Di atas kepala terlihat lampu operasi. Ahli anestesi menyuruh saya untuk duduk tegak dan terasa ada sensasi dingin di punggung dan segera rasa sakit yang luar binasa tadi hilang seketika. Tubuh saya kembali terlentang. Setelah itu, kaki saya disentuh dan mereka bertanya masih merasakan atau tidak. Saat memastikan saya sudah tidak merasakan apa-apa dan entah apa yang mereka lakukan, proses operasi pun dimulai. 

Saya yang sadar mengintip dari batang lampu operasi saat perut dibelah. Lalu beberapa orang perawat mendorong perut saya dan taraaaa... Keluarlah bayi mungil merah yang langsung menangis walaupun terdengar masih ada air ketuban yang terperangkap di mulut karena belum dibersihkan. Dan saya sangat terkesima karena hanya lima menit saya proses itu berlangsung. Sophisticated! Selanjutnya saya dipersilakan untuk tidur selama penjahitan dilakukan. 

Ahh, itulah sekelumit kisah saat menghadapi proses melahirkan. Memang ngaruh ada dan tidak adanya suami di sisi terhadap kesiapan mental saat akan melahirkan. Apalagi saya sengaja tidak memberitahu suami perihal kontraksi yang saya alami karena takut meresahkan dirinya. Alhamdulillah, suami segera berangkat setelah mendapat kabar dari mama via hp ke Aceh. Bahkan ia tidak percaya malaikat kecil itu begitu cantik :D

 

Terlepas dari pengalaman ibu-ibu lain yang juga mengambil tindakan SC, saya sama sekali tidak mengalami keluhan bahkan setelah efek obat bius selesai tidak merasakan sakit pada bekas luka operasi. Mungkin berbeda perlakuan berbeda reaksinya. Apa karena saya juga orangnya kurus ya? Jadi tidak banyak keluhan pasca operasi. Kurang tahu juga! Satu hal lagi, saya selalu mensyukuri apapun yang telah saya jalani. Walaupun orang mengelu-elukan jalan normal, kalau ternyata kondisi seseorang mengharuskan operasi, apa salahnya? Kalau ternyata normal memberi resiko untuk diambil kenapa memaksa? Yang penting bayinya sehat dan selamat, apalagi lucu dan menggemaskan haha...

Saya bersyukur karena dokter mengatakan bahwa plasenta janin sudah menghitam alias post date. Enggak kebayang kalau normal seperti apa jadinya. Tapi yang saya yakini, semuanya sudah Allah yang mengatur :)

Jumat, 09 Mei 2014

9 Bulan Gak Haid, Hamilkah???

Setelah melahirkan setiap wanita pasti mengalami masa nifas. Saya melewati kurang dari 50 hari masa nifas. Tapi anehnya setelah itu hingga bayiku akan menginjak 10 bulan, haid belum kunjung tiba. Hati bertanya-tanya, hamilkah?

Memang sebulan setelah nifas usai keluar flek-flek darah saja. Tapi cuma sebentar. Sampai sekarang tidak pernah lagi muncul tanda-tanda akan haid. Cuma ya gak ngerasa hamil juga, sih. Perut juga tepos-tepos aja. Gak ada perubahan yang berarti yang menunjukkan kehamilan. 

Setelah bertanya sana sini, mendengar pendapat fulanah fulanah, ternyata wajar saja kalau setelah nifas haidnya datang lama. Ada yang bilang itu berarti bayinya kuat mimiknya, KB alami, ASI-nya banyak dan bagus, hormon, dan banyak lagi pendapat-pendapat lain. Tak jarang malah ada yang menyarankan untuk cek ke Obgyn untuk memastikan bahwa reproduksinya bagus-bagus aja. Memang selama ini belum pernah cek ke dokter, sih. Apalagi belum KB juga 😁

Walaupun keyakinan saya saat ini memang KB alami dari belum datangnya haid berjalan 100%, tetap aja ada kekhawatiran gimana kalau seandainya kebobolan. Melihat Nai yang masih begitu butuh perhatian penuh, masih ngerasa keteteran dalam mengasuh, fisik dan ruhiyah saya yang juga labil, saya putuskan untuk pasang KB tak lama lagi. 
Keputusan ini bukan karena menuruti ego pribadi, melainkan melihat sikon di lapangan semata-mata agar tidak ada yang terdzalimi serta dapat menjalankan amanah Allah untuk menyusui selama 2 tahun tergenapkan. 

Tidak dipungkiri kalau sebaiknya memang KB alami yang seharusnya diambil. Tapi namanya manusia, nafsi-nafsi. Toh kenyataan di lapangan banyak sekali yang mengaku kebobolan sehingga menghadapi banyak kesulitan dalam mengasuh anak. Apalagi jaman sekarang yang begitu banyak fitnah, gak kebayang deh ntar jaman 20 tahun ke depan kayak apa. 

Na'udzubillaahi min dzaalik. 

Kamis, 08 Mei 2014

Puasanya Ibu Menyusui

Melahirkan di bulan Ramadhan terasa ada berkah tersendiri. Apalagi lahirnya tepat tanggal 7 Ramadhan. Serasa tanggal keramat aja hehe. Melihat sosok mungil yang sebelumnya cuma bisa menerka-nerka rupa, kini bisa langsung ditatap dengan tampang yang tentu saja, speechless abis. Bahagia banget ampe terdiam seribu bahasa. 

Ternyata setelah menyadari bahwa membesarkan anak tidak semudah membalikkan telapak tangan, kini saya harus merasakan yang namanya ganti puasa yang jumlahnya sampai 23 hari. Apalagi, Ramadhan bakal datang akhir Juni. Itu artinya sebentar lagi. Aaaaarrrgghhh... Bukan Dek Ros namanya kalo enggak ganti puasa karena habis melahirkan!

Kebetulan Nai usianya sudah memasuki tujuh bulan, saya pun memutuskan untuk mengganti puasa. Kan udah mulai MPASI tuh dek Nai-nya. Jadi enggak ada alasan buat enggak puasa. Kalo alasannya kasian ntar mimiknya kurang, saya justru lebih takut untuk enggak yakin sama Allah yang jangan sampai sudah diamanahkan anak oleh-Nya malah meninggalkan kewajiban yang tidak ada uzurnya sedikitpun. 

Hari pertama ganti puasa gempor abis. Apalagi pake acara sahur cuma minum air teh hangat aja. Alhasil, bukan cuma diri sendiri yang enggak ada bedanya kayak orang yang lagi sekarat, bayi juga ikutan muntah deh. Bisa jadi karena kurang asupan jadi asinya aneh di lidahnya. Dari situ, jadi kapok deh kalo enggak sahur dulu pas mau puasa. 

Alhamdulillah insiden muntahnya cuma sekali itu aja. Di puasa-puasa selanjutnya Nai anteng kayak biasa. Tetap semangat dan berbahagia. Sampai hari ini, mudah-mudahan lolos ampe maghrib, dari 23 hari tersisa tinggal 14 hari lagi. Moga aja sebelum puasa Ramadhan tiba, saya udah lunasin hutang-hutang puasa ma Allah. 

Selama ini sih modal saya untuk ganti puasa cuma dengan komitmen untuk menyelesaikan. Soalnya kalo enggak komit dan memulai, udah pasti enggak bakalan keganti puasanya. Dan sebisa mungkin mengalokasikan tiap Senin dan Kamis rutin puasa. Biar ada keleluasaan Nai untuk mendapat asupan makanan lewat ASI selain makanan penunjang lainnya. 

Buat ibu-ibu menyusui, jangan sampai anak melalaikan kita dari ibadah wajib kepada Allah swt. Kalau puasanya masih ada yang bolong jangan tunda-tunda lagi, buruan ganti segera. Hutang sama Allah tu berat ganjarannya. Apalagi kalau secara fisik kita mampu, tidak ada alasan untuk membayar fidyah sebagai upaya menggantinya dengan puasa. Allah yang akan mencukupkan rezeki pada anak. Jadi enggak perlu khawatir anak kekurangan makanan saat kita sedang ganti puasa ;)

Jumat, 25 April 2014

Jangan Pernah Lepaskan Aku!

"Sudah berapa kali harus kubilang? Tinggalkan dia! Kamu saja yang masih ngeyel untuk tetap bertahan sama laki-laki tak tahu adat itu."

Chat dengan seorang teman laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah mantanku - lewat media sosial pun terngiang di pikiran. 

Dua bulan terakhir ini aku sering merasa galau. Sehingga aku mencari pelampiasan yang dapat menstabilkan emosi yang kian bertumpuk. Dalam rentang waktu yang sama suamiku kerap bersikap aneh. Entah karena sedang banyak masalah di kantor, bertengkar dengan bos, campur tangan keluarga, atau yang lebih buruk lagi mungkin ada orang ketiga. Entahlah. Yang jelas, aku tak pernah bertanya padanya. 

Sejak keanehan sikapnya terhadapku, ketakutan untuk memulai percakapan pun muncul. Padahal biasanya suaraku mendominasi di rumah. 

Sebagai istri yang fulltime mengurus rumah, mau tak mau aku butuh curhat tentang keseharianku. Apa yang telah terjadi, apa yang kurasakan, dan semuanya yang kulakukan. Itu hal yang sangat melegakan untuk menyalurkan emosi. Sayangnya momen yang kuharapkan hanya bertahan selama tiga bulan pertama pernikahan kami. Kini sudah lima bulan lebih ia mendiamkan aku. Terus terang, aku jadi tak betah. 

Sempat terpikir untuk pulang ke rumah orang tua, tapi aku bingung dengan alasan yang akan kuutarakan. Belum lagi ceramah yang akan kuterima dari mama, yang ada makin merembet kesana-sini. Ujung-ujungnya malah makin runyam. Jadi lebih baik kupendam saja masalah keluarga kecilku rapat-rapat. Mengadu pada mertua? Sama saja seperti melempar api dalam sekam. Posisiku benar-benar terhimpit. 

Jalan yang kutempuh adalah memutuskan untuk kembali aktif bereksis ria di dunia maya. Padahal sebelumnya aku sudah putus hubungan dengan media sosial karena ingin mengabdikan sepenuh jiwa ragaku untuk mengurus suami dan rumah. Aku tak ingin jadi korban perceraian rumah tangga yang sedang marak akhir-akhir ini. Namun di sisi lain,  aku tak bisa terus-menerus menyimpan sakit di hati seperti ini. Tak ingin sampai terajut luka dari sakit yang terlanjur hadir di dada.  Aku hanya ingin mendapat ketenangan batin. Ya, aku rasa itu bisa didapat dengan berbagi dengan orang lain lewat dunia maya. Akan ada banyak teman yang bisa menghiburku. 

Aku mulai memainkan jemari lewat seluler pintar sentuhku. Setengah tahun tak kuhiraukan, ternyata sudah banyak yang mengundang pertemanan denganku. Tapi, tunggu! Nama dan foto itu. Mengingatkanku pada seseorang yang pernah singgah di hati. Oh tidak, jantungku berdegub kencang saat kulihat profilnya. Ternyata benar, itu memang dia. Mantanku semasa SMA. Soni Guantheng Buanged. Ternyata dia masih alay, batinku. 

Tanpa pikir panjang, kuterima pertemanan darinya dengan tangan gemetar saking gembiranya. Desiran hati semakin menggebu saat kulihat ia mengirim pesan ke inbox. Katanya, sudah lama ia mencariku dan kangen. Sumpah, hatiku berbunga-bunga. Dalam sekejap saja segala masalah yang seolah menggunung lenyap seketika. 

Sony Guantheng Buanged: Nina, kamu masih ingat aku, kan? Kamu kemana aja? Aku kangen. 

Tanpa pikir panjang segera kubalas,

Nina Sigadis Ting Ting: Soooooon, kamu dimana??? Aku juga kangen...

Kutunggu balasan darinya, berharap ia sedang online. 

Satu menit. Dua menit. Lima menit. Huh, kemana sih dia? Hanya terkirim saja, ia belum membacanya. Sambil menikmati tontonan tv favorit sambil duduk santai di sofa, terdengar nada pesan masuk dari medsos messenger dari hpku. Segera kurampas hp dan kubuka pesan yang masuk. Dari dia. 

Sony Guantheng Buanged: Hai, Nina... 
Pakabar? 

Nina Sigadis Ting Ting: Baik, Son. 

Sony Guantheng Buanged: Enggak nyangka ketemu lagi meski di dumay :) 

Nina Sigadis Ting Ting: Iya rasa seabad enggak ketemu kamu

Sony Guantheng Buanged: Dimana sekarang? 
Sudah menikah?

Nina Sigadis Ting Ting: Aku enggak kemana-mana, Son
Disini-sini saja
Aku sudah menikah, Son. Kamu?

Lama ia membalas chatku. Sepertinya sedang berpikir atau malah kecewa. Hiks. 

Sony Guantheng Buanged: :)
Masih single. 

Entah bagaimana perasaanku saat ia katakan belum menikah. Menyesal, senang campur aduk. Di tengah peliknya suasana hati, berandai-andai terasa lebih menyenangkan. Ah, seandainya Sony bla bla bla. 

***

Percakapan di dunia maya antara kami berdua semakin intens. Awalnya berbincang ringan seputar aktivitasnya, meningkat jadi lebih perhatian, dan aku merasa kami semakin dekat. Hingga tiba di suatu titik di mana aku berani berkeluh kesah tentang situasi yang kuanggap 'masalah' di rumah. Memutuskan untuk curhat padanya karena aku butuh pelampiasan atas kekesalanku pada suami yang terasa semakin jauh dariku.

Sony menyambut baik keputusanku dan ia mau menampung segala muntahan kekesalan. Perhatiannya semakin membuatku candu. Tak bisa sehari tanpa sapaan darinya. Jalinan hubungan dengan mantanku itu membuat hidup ini kembali cerah. Kebahagiaan sesaat yang sangat kunikmati meski setiap suami pulang ke rumah, kembali serasa tinggal di neraka. Bahkan aku sampai memasang target. Seandainya sampai hari ulang tahunku yang tinggal seminggu lagi sikapnya masih seperti itu, maka anjuran Sony akan kuindahkan. 

Namun sungguh tak disangka-sangka. Sikap jutek suami ada maksudnya. Ia sengaja mendiamkanku karena ingin memberi kejutan tepat di hari ulang tahun. Aku terharu. Teramat sangat. Wanita mana yang tidak bahagia ketika suami mengajak ke taman rumah yang ia sengaja menyalakan lampu kerlap-kerlip bertuliskan 'Happy Birthday My Honey'. Perempuan mana yang tak kan senang ketika suami menyerahkan sertifikat rumah yang bertahtakan nama istrinya disana setelah selama ini tinggal di kontrakan yang kurang layak untuk pasangan pengantin baru seperti kami.  Dan aku pun menangis merangkul suamiku erat. Seerat yang kubisa. Aku menyesal. 

Ya, aku menyesal atas ulah bodoh yang selama ini kulakukan secara diam-diam. Di saat suami mendiamkanku, sebenarnya ia sedang merencanakan sesuatu yang indah untukku. Tapi yang kulakukan justru kebalikannya. Andai ia tahu. Tidak! Aku tak mau kehilangan suamiku tercinta hanya karena kecerobohan dan tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan. Yang membuatku gusar adalah bagaimana menghentikan Sony yang terus-menerus menghubungiku lewat medsos dan seluler. Bagaimanapun juga aku harus menghentikannya! 

Maka yang kulakukan adalah menonaktifkan akun medsos agar tak dapat diakses siapapun dan memblok nomor hp lelaki itu. Namanya yang semula tertulis sebagai 'Sony' segera kuganti dengan 'Sonya'. Berbohong demi menyelamatkan keutuhan rumah tangga lebih baik selama tidak terus-menerus kulanjutkan, menurutku. Lalu menghentikan sepenuhnya tindakan yang sudah terlanjur terjadi. Sungguh, berbuat hal yang tidak baik itu lebih meresahkan dibanding kata resah itu sendiri. Kapok. 

Setelah hari ulang tahunku dan hari-hari selanjutnya, rumah tangga kami kembali mesra. Hari-hari terasa lebih indah tanpa beban perasaan. Tak pernah lagi kutunggu sms maupun telepon dari Sony, apalagi chatting dengannya. Putus hubungan dengan medsos, putus hubungan dengan Sony. Tak ada lagi jejaknya sama sekali yang perlu kukhawatirkan. Aku benar-benar sudah melupakannya. 

"Sayang, maafin ya atas sikapku selama ini. Kamu memang istri yang sangat sabar. Beruntung aku memilikimu." Ucap suami yang membuat jantungku berdebar kencang. Teringat kesalahan yang lebih fatal akibatnya, jika terendus olehnya. Dalam situasi seperti ini, seharusnya aku yang harus berkata demikian. Tak terasa air mata pun menetes. 

"Sayang, sayang, a-ada apa? Mengapa kamu menangis? Maafkan aku!" Tanya pangeranku gelagapan melihat reaksi dariku. Khawatir telah menyakiti hatiku. Ia menduga aku masih menyimpan dendam karena pernah menyakiti hatiku. 

Aku menggelengkan kepala tanda tidak apa-apa. Kupandangi wajah suami lekat-lekat, tak kupedulikan air mata yang semakin berlinang. Guratan halus mulai terlihat dari hasil kerja kerasnya untuk menafkahiku. Oh, suamiku. Kau bukanlah sekedar manusia biasa, melainkan malaikat penjaga yang sengaja Allah kirimkan untukku, batin ini berseru. 

Kurangkul tubuh ringkih priaku seerat-eratnya. Bibir ini tak berhenti bertasbih, mensyukuri apa yang telah menjadi keputusan-Nya. Sungguh indah skenario-Nya yang masih menyayangiku dengan menutupi segala keburukan. Membuat diri ini berjanji untuk setia padanya sampai mati. Berkata dalam hati, "Tolong! jangan pernah lepaskan aku dari pelukanmu."

Selasa, 15 April 2014

(LAGI) Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Saya ingin mengupas karya Bang Tere yang lainnya. Suka banget dengan covernya yang bergambar daun. Cocok banget sama judulnya. Bukan hanya cover, isi bukunya juga bikin perasaan saya teraduk-aduk selama kurang dari 48 jam baca sampai habis. Memangnya gimana sih?

Khas Bang Tere banget, dia mendeskripsikan setting karakternya dengan sangat terlihat. Langsung kebayang! Padahal bahasa yang digunakan tu sederhana banget, gak muluk-muluk dengan diksi yang bikin pusing mikirnya. Gampang dimengerti dan jauh dari kata bertele-tele alias to the point. Alhasil, apapun yang dilihat sama si "Aku" disitu juga jelas sama kita pembacanya. Ya, di novelnya yang satu ini menggunakan sudut pandang orang pertama. 

Yang gak pernah ketinggalan adalah dialog-dialog andalan Bang Tere yang bener-bener jago mainin perasaan pembacanya. Saya tu sampai dibikin senang, kecewa, sedih, tertawa, sebal setengah mati dan juga meleleh keluar air mata. Lihai banget penulis yang satu ini dalam menulis cerita. Belum lagi penokohan atau karakter di dalamnya jelas banget. Kalau tokoh utamanya keras kepala, ntar ada tokoh yang baik budi, tapi gak ketinggalan pasti ada yang jenaka. Karakter masing-masing juga konsisten banget. Didukung sama dialognya yang memperjelas watak tokohnya. Bikin yang baca bertekuk lutut untuk penasaran baca terus. Ketagihan!

Yang punya nama asli Darwis ini juga kalau nulis seringkali mengusung kisah anak-anak yang latar belakangnya kurang beruntung. Namun karena tekad yang luar biasa mereka yang awalnya ditendang malah jadi disayang pada akhirnya. Prosesnya itu yang apik banget dikisahkan oleh penulis satu ini. Dan keliatan banget kalau beliau melakukan riset dulu sebelum nulis sehingga kita pembacanya juga menjiwai banget cerita dan terhadap tokohnya. 

Penasaran kan ama ceritanya?

Singkatnya sih ini kisah dua anak yatim yang harus hidup di rumah kardus di pinggir kota. Awalnya mereka hidup senang tanpa harus bekerja, namun nasib mengharuskan mereka mengamen dan meninggalkan sekolah semenjak ayah Tania dan Dede meninggal. 

Adalah Om Danar yang terpaut 16 tahun dengan Tania yang sangat ringan tangan membantu keluarga mereka. Menyekolahkan ia dan adiknya hingga memberikan uang bulanan kepada ibu mereka. 

Kisah cinta yang pelik ditorehkan dalam novel ini. Benar-benar pelik. Saya ampe gemes ngebayanginnya. Kesel sendiri ama tokohnya. Tapi yang menghibur adalah tokoh Dede yang jenaka lewat dialog-dialognya yang ketus tapi berbalut humor. 

Endingnya sama sekali enggak ketebak ama saya. Bener-bener menggemaskan haha. 

Intinya sebenarnya hanya bayangan Tania di masa enam tahun silam di sebuah toko buku yang memorable banget baginya. Hingga toko mau tutup dia bergegas menemui seseorang berharap menemukan jawaban atas teka-teki hidup dan cintanya.

A must have book deh!

Sabtu, 12 April 2014

Dua Lembar Biru Penyelamat

Bangun pagi tadi suami ngajakin ke kota karena ada rapat dengan vendornya. Sekalian belanja, pikirku. Ia mengingatkan pukul sepuluh teng harus sudah siap berangkat. Oke, jawabku. 

Bayi sudah selesai kudandani. Aku dan suami juga siap untuk berangkat. Ada yang belum ternyata. Dompet. Aku ingat tadi pagi sudah memasukkan sejumlah uang ke dalamnya. Langsung masuk kamar untuk mengambilnya dan kuletakkan di atas meja terlebih dahulu. Ada hpku yang bersanding dengan dompet warna putih itu. 

Sementara aku ke kamar mengambil kaos kaki, suami sudah menuju mobil bersama bayi kami tercinta. Cepat-cepat kuambil hp karena dompet sudah tak terlihat di antara tumpukan benda-benda di meja. Pasti suami sudah mengamankannya. Sebelumnya aku sempat mengambil lagi seratus ribu, takut uangnya kurang karena harus belanja untuk bekal satu minggu ke depan. 

Masuk mobil kutanya suami,"Bang, dompet adek udah abang ambil?", dengan segera ia jawab,"Udah nih," sambil menyentuh saku belakang celananya. Bayi kurangkul dan suami langsung tancap gas. 

Setelah rapat selesai, tiba waktunya untuk makan siang. Lumayan bosan menunggu di dalam mobil, walaupun sempat foto selfie bersama bayi sebagai selingan saat memberinya makan. 

"Ayo kita ke Town Hall, makan siang disana," ajak suami. 

"Haayuuk... Siapa takut?" Jawabku ngasal.

Tiba disana aku memesan soto ayam dan jeruk hangat. Pas untuk cuaca yang sedikit mendung, menurutku. Sementara suami memesan mie ayam dan es kelapa muda. Tidak pas sama sekali dengan cuaca yang juga sedikit dingin. Sebelum diantar, suami yang sudah kutitip uang seratus ribu di kantongnya membeli risoles untuk makanan pembuka. 

Setelah makanan dan minuman raib dari wadahnya, kami memutuskan untuk pulang. Sebelumnya kupastikan dahulu apa pesanannya sudah dibayar atau belum karena dompetku dipegang oleh suami dan ia yang memesankan. 

"Pesanan ini udah abang bayar, belum?" 

"Belum." Lantas suamiku menggendong bayi kami. 

"Yaudah sini dompet adek biar adek bayar," pintaku. Tak disangka wajah panik yang kemudian tergambar dari wajah suamiku. 

"Loh, koq sama abang? Enggak ada di abang. Dompet abang enggak ada duitnya," jawabnya setengah panik sambil menyentuh saku belakang, sementara tangan satunya menyangga pantat bayi kami. Lalu sadar dari dua lembar lima puluh ribuan yang telah dibelikan risoles, sisanya diserahkan padaku. Tersisa tujuh puluh ribu. Uang pun berpindah tangan padaku. 

"Lah, tadi sebelum berangkat kan udah adek tanya ma abang katanya udah abang ambil. Gimana, sih?" Kami masih berdebat sambil melangkahkan kaki menuju warung makan pesanan kami. 

"Abang kira tadi adek nanya dompet abang. Yaudah bayar aja dulu, kalau kurang ambil atm ntar." Suamiku nyengir kuda sambil pasang tampang innocent. 

Untungnya, kami makan bukan di tempat biasanya. Harga di Town Hall memang miring dan hanya menghabiskan Rp 42.000 saja dari pesanan kami berdua. Aku ingat sekali ketika membayar di tiga tempat yang berbeda. Aku seperti menanyakan mau angpao berapa pada tiga orang penjual dari warung yang berbeda. Sampai tahan nafas berharap uangnya cukup untuk membayar. Bahkan saat menuju mobil sempat-sempatnya kami saling menyalahkan sambil tertawa-tawa seperti orang gila. Sementara bayi kami yang tak tahu apa-apa hanya bisa menyaksikan tingkah konyol kedua orang tuanya. Ada-ada saja. 

Tapi ada hikmah besar yang menjadi pelajaran dari kejadian ini. Entah ada angin apa yang menggerakkanku untuk mengambil dua lembar lima puluh ribu dari amplop "rahasia". Dan memang tinggal segitu lagi uang di dalamnya. Dua lembar inilah yang menyelamatkan kami dari transaksi yang nyaris berakhir dengan malu tadi. Lain kali tidak mau lagi terulang kembali tragedi dompet yang konyol ini. 




Selasa, 01 April 2014

(GIVEAWAY) Ayah, Sang Pendongeng yang Piawai

Cover Kumpulan Dongeng Anak Karya Hastira Soekardi


Ngomong-ngomong soal dongeng, hal pertama kali yang terlintas di benak saya adalah masa kecil. Setiap habis maghrib sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga untuk berkumpul di kamar Mama dan Ayah. Sambil menunggu waktu makan malam, biasanya Ayah mendongeng terlebih dahulu sesuai request. Saking banyaknya koleksi dongeng yang mampu diingat olehnya.

Kadang suka ketawa sendiri mengingat masa kecil dulu. Senang sekali jika waktu berkumpul sudah tiba karena dongeng time itu yang ditunggu-tunggu sebenarnya. Penasaran dengan cerita-cerita yang akan Ayah kisahkan karena beliau piawai sekali dalam mendongeng. Antusias sekali untuk mendengarkan beliau, terutama suara-suara yang berbeda agar tokoh yang dikisahkan terdengar kentara.

Seringkali saya dan adik-adik berebutan untuk didongengkan. Kisah andalan Ayah antara lain; cerita para Nabi dan Rasul dari Adam as hingga Rasulullah saw, si kancil dan buaya, Gareng dan Petruk, termasuk dongeng karangan ayah sendiri. 

Tanpa disadari, banyak nilai dan manfaat yang didapat ketika mendengarkan dongeng. Tidak hanya menstimulus kemampuan berimajinasi dari sebuah kisah, tetapi juga membangun daya pikir lewat pertanyaan-pertanyaan yang timbul terhadap tokoh maupun latar ceritanya. Penasaran pun timbul untuk mengetahui kelanjutan ceritanya, walaupun sudah berulang kali kisah yang sama diceritakan. Hal yang sangat signifikan terasa hingga saat ini adalah tumbuhnya wawasan dan nilai agama pada diri sehingga lebih religius dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dongeng yang Ayah ceritakan menginspirasi saya untuk menulis. 

Sejak usia Sekolah Dasar (SD) saya suka sekali menulis curhatan singkat. Apa yang sudah terjadi hari itu dan apa yang saya rasakan. Hingga untuk pertama kalinya saya memiliki diary saat menginjak bangku SMP dan mulai menuliskan segala hal disana. Namun, mengisahkan tentang cerita anak bermula dari keikutsertaan dalam event menulis dari salah satu penerbit. Bersyukur sekali karena cerita saya terpilih untuk dijadikan salah satu antologi dalam buku kumpulan cerita anak. 

Antologi cernak saya berjudul "Janji Lara", mengisahkan seorang anak perempuan bernama Lara yang lebih memilih bermain games di PSP daripada mengaji di surau. Dalam tulisan tersebut, saya menonjolkan kekuatan mimpi yang mengarahkan pada pilihan yang harus diambil Lara dari sikapnya, serta manfaat jika ia rajin mengaji. Selain itu, dialog Lara dengan ibunya memuat nilai moral bahwa seorang anak hendaklah menuruti perintah orang tua. Saya juga punya harapan, melalui antologi saya ini kelak bayi saya dapat merasakan pula manfaatnya.

Meskipun anak saya masih bayi, sesekali saya menyuarakan apa yang sedang saya baca dan menunjukkan padanya bacaan tersebut. Kelihatannya tipe anak saya audio karena senang mendengar bunyi-bunyian. Hal ini membuat saya tidak sabar supaya ia cepat besar. Agar bisa mengikuti jejak Ayah untuk menceritakan puluhan hingga ratusan dongeng padanya. Ingin melihat seberapa antusias ia mendengarkan, sejauh apa rasa penasaran yang tumbuh, seterang apa binaran di matanya saat saya menceritakan dongeng padanya seperti yang Ayah lakukan dulu. Sekaligus membuktikan sepiawai apa kemampuan mendongeng saya nantinya. Semoga bisa seperti Ayah. mamahtira
 

Selasa, 25 Maret 2014

Kini Kumengerti, Mama!

Dulu ketika masih sendiri, banyak sekali teman-teman bilang kalau aku sangat ekspresif. Bila berbicara mataku berbinar-binar, menyiratkan semangat yang mampu menularkan ke lawan bicara. 

Begitu pula setiap kali aku berbicara dengan mama. Aku yang lebih sering menghabiskan waktu di sekolah ketimbang di rumah selalu memberi laporan kegiatan-kegiatanku padanya. Mama sungguh pendengar yang paling baik. 

Hingga saatnya aku kuliah, pun jauh dari tanah kelahiran. Bisa kupastikan waktuku habis hanya untuk memikirkan urusan sekolah dan diriku saja. Pulang hanya saat lebaran Idul Fitri atau libur semester genap. Aku harus memilih salah satu dari kedua waktu tersebut. 

Mama benar-benar sudah memperhitungkan kematangan usiaku untuk bisa diajak curhat olehnya. Diluar dugaanku selama ini yang berpikir betapa idealnya keadaan rumah tangga yang sudah terbina lebih dari 20 tahun itu. Tak pernah kulihat pertengkaran maupun masalah diantara mereka. Ternyata aku salah! Mereka selama itu tidak baik-baik saja. Namun aku bersyukur mereka tetap bertahan. Hebatnya mereka mampu menutup rapat-rapat masalah yang terjadi pada kami, anak-anaknya.

Hari indah itu datang. Akhirnya sang pangeran berkuda putih datang menjemput. Tidak tanggung-tanggung, ia membawa jauh diriku dari orang tuaku dan juga orang tuanya. Kami hidup berdua jauh di perantauan. Saat itu, yang aku pikirkan adalah hidup bersama orang terkasih itu akan sangat membahagiakan.

Hari-hari berdua pun kami lalui. Pacaran setelah menikah pun kami jalani. Benar-benar pacaran. Kami sama-sama belajar mengenali karakter masing-masing dan mengelola rumah tangga. Di tengah kebahagiaan yang kami rasakan tentu ada juga masa-masa sulit. Kujadikan setiap masalah yang muncul sebagai sebuah tantangan untuk segera diselesaikan. Ibarat perahu, aku harus mengendalikan kemudinya semaksimal mungkin jika tidak ingin karam diterjang badai. 

Dan aku selalu teringat akan dirimu, Mama! Mungkin mama berpikir jika anak sulung dan wanita satu-satunya ini jarang mengingatmu karena jarang menelepon? Tidak, Ma! Setiap bulir darah yang mengalir di tubuh ini menjadi saksi bahwa di hatiku namamu selalu terpatri. Seperti ini juakah yang mama rasakan selama ini? Sakit. Gembira. Kecewa. Bahagia. Terus berputar mempermainkan jiwa dan perasaan. Datang silih berganti. Namun kami masih bisa melalui badai dan ombak yang datang. 

Malaikat kecil kami pun lahir ke dunia. Kebahagiaan lain yang kurasakan. Mungkin setelah ini kesenangan yang kuimpikan terus abadi itu akan datang. Ternyata tidak! Ada saja cobaan demi cobaan yang datang. Kadang aku berpikir, bodoh sekali aku yang terlalu mengedepankan perasaan dibanding logika. Yang ada capek hati saja! Enak sekali menjadi lelaki, pikirku. 

Tapi sisi lain hatiku meredamnya saat aku memilih untuk mengingat mama dan ibu mertua. Mereka juga pasti terlebih dahulu merasakannya. Pahit getir yang lebih menghujam yang seringkali menyiksa. Namun mereka sudah berhasil melaluinya setelah berdamai dengan hati masing-masing. Mereka juga memilih untuk mengorbankan perasaan demi keutuhan rumah tangga. Ya, mama pernah bilang padaku bahwa setiap kelahiran anak maka cobaan juga berdatangan. Dulu aku tidak menanggapinya, tapi sekarang kualami sendiri. Kadang ingin curhat, tapi terlanjur malu dan tidak patut saja. Biarlah kemesraan saja yang mereka tahu. Seperti yang sudah mereka lakukan. 

Seorang teman mengunjungiku untuk melihat bayi perempuan kami yang masih merah. Karena ia belum juga menikah, akupun menyindir halus dirinya. Kupikir ia akan menjawab dengan alasan klise. Sangat mengagetkan mendengar jawaban darinya. 
"Jika pun ada yang mau denganku, mungkin jalinan itu tak kan lama. Kau tahu sekali aku orangnya bagaimana, kan? Lagipula matamu yang dulu berbinar-binar saat berbicara, kini tampak redup. Apa karena sering begadang? Kurasa tidak."

Terus terang, sempat terperanjat ketika kudengar paparannya yang disampaikan sesantai mungkin. Hasil analisa yang teliti dan mungkin ada benarnya. Bahkan tak terpikir olehku sebelumnya. 

Perkataannya mengingatkanku akan raut wajah mama yang mulai bergaris disana-sini. Mata itu. Mata yang kuyakin dulu juga berbinar dari segudang prestasi yang ia ceritakan padaku. Yang membakar semangat untuk bisa melebihinya sampai aku berhasil. Yang bersedia mendengarkan segala hal tentangku, yang setia menemaniku kala sedih dan senang, dan masih banyak lagi.

Terlambat! Kemana saja aku selama ini? Bahkan awal mula binaran itu meredup pun aku tak tahu. Keluh kesahnya tak pernah kutanya. Aku hanya sibuk dengan urusanku sendiri hingga seringkali tak bisa berbuat lebih untuk orang yang telah melahirkanku. Atau ini karma? Karena hampir tak ada waktu yang kuluangkan untuk kedua orang tuaku sehingga semua ini ditimpakan kepadaku? 

Kini aku paham maksudmu, Ma! Aku paham apa yang engkau rasakan selama ini. Aku mengerti mengapa sikap itu yang kau ambil ketika menghadapi Ayah. Aku percaya semua nasihatmu menjelang pernikahanku dulu. Tapi aku terlambat untuk memperoleh ilmunya. Aku justru harus setiap detik mempelajarinya karena ilmu dalam rumah tangga terus bertambah. Hanya saja itu semua tergantung padaku. Mau kupelajari atau tidak!  

Satu hal yang dapat kukatakan. Rumah tangga yang selalu bahagia hanya kau dapatkan di sinetron saja dan skenarionya diciptakan sendiri. Berbeda dengan skenario Allah, sesulit apapun kau membina rumah tangga selalu ada maksud dari-Nya. Kini kumengerti, Ma!

Senin, 24 Maret 2014

Rasa Yang Tak Seharusnya

Aku tahu ini salah! Pun jua tidak sepenuhnya salahku bila rasa ini hadir. Ia datang begitu saja tanpa diundang ke relung hati yang memberi sedikit ruang untuknya. Ah, atau aku salah menafsirkan perasaanku?

"How are you, pretty girl?" tanya Ben tersenyum yang hampir setiap menit menanyakan soal yang sama. Retoris. Namun anehnya, aku suka sekali ditanya terus walaupun diulangi ribuan kali setiap hari. 
"I'm fine. And you?" tak jemu kusambut dengan jawaban serupa, kendati kuucapkan berulang-ulang kali padanya. Tak lupa senyuman manis sebagai pengganti ucapan "Jangan bosan untuk terus bertanya kabarku" padanya. 

Hubunganku dengan Ben tak lebih dari seorang peneliti to be dengan peneliti senior. Ia berkebangsaan Kanada yang sedang meneliti tentang herpetofauna di Indonesia. Sementara dosen pembimbingku yang notabene adalah koleganya, memintaku untuk menjadi penerjemah selama di lapangan sekaligus mengumpulkan data untuk keperluan skripsi. 

Ben tak sendiri. Ada beberapa rekan peneliti lain yang ikut. Namun, hanya dia yang suka mengajakku bercanda. Hanya dia yang suka mengambil fotoku yang tanpa ekspresi. Hanya dia yang bisa membuatku merasakan 'rasa'. Hanya ia yang bisa membuat waktu dua bulan di lapangan tidak terasa lama.

Hingga suatu hari, ia menunjukkan foto-foto dari laptop. Banyak foto-fotoku disana. Ah, hatiku berdesir dan senang tak terkira. Bagaimana rasanya diistimewakan? Ya, begitulah yang terasa saat melihat foto-foto wajahku di layar 14 inch milik Ben. Dapat kupastikan setengahnya dari album yang ia perlihatkan adalah gambar-gambarku. Selebihnya berupa spesies-spesies dari hewan amfibi dan reptil hasil jepretannya di lapangan. Huh, jangan-jangan ia menyamakan wajahku dengan mereka, batinku berbisik. 

Belum puas kunikmati kebahagiaan di hati, senyumku sontak berubah sedatar mungkin saat gambar terakhir terlihat di layar. 
"Sorry, that's my ex-wife."
Ia duda!

Setelah penelitian usai, Ben dan beberapa rekan lain kembali ke Canada. Sementara dua rekan yang masih di Indonesia harus mengurus spesimen hewan di laboratorium jurusan Biologi kampusku. Salah satu dari mereka yang bernama Jim berkata,"Ben said something to me about you."
"What's that?" tiba-tiba degub jantungku kencang, tak mampu kukendalikan. Aku tak sabar mendengar apa yang hendak diutarakan Jim. Sungguh hari-hariku terasa hambar tanpa pertanyaan retoris dari Ben. Aku merindukannya.
"You are the most beautiful girl that he ever spoke to!"

Nafasku tertahan sesaat. Masih dengan debaran yang makin tak keruan, ditambah lagi desiran hati yang membuatku nyaris kaku. Ingin rasanya aku berteriak saat itu. Andaikan Ben disini saat ini!

Oh, Ben. Sadis sekali caramu menghujamkan panah asmara dari Canada sana ke hatiku. Kau memang romantis, Ben. Namun, semanis apapun kata yang terlontar hanya akan memperparah rasaku saat ini. Ya Ben, 'rasa' yang tak seharusnya hinggap di hatiku. Aku sudah punya kekasih! (http://www.lovrinz.com/)

Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway Keping Hati


Kamis, 20 Maret 2014

Dunia: neraka bagi si Kafir, surga bagi yang Mukmin

Wah apa ni maksudnya judul tulisan koq kayak gitu?

Tidak bermaksud menyudutkan orang kafir maupun orang mukmin. Bahkan saya sendiri tidak tahu apakah Allah menilai diri saya sebagai seorang kufur atau beriman. 

Sebagaimana lagu Nike Ardila yang bersyair "dunia ini panggung sandiwara", bukan sekadar isapan jempol belaka. Ternyata sudah tertuang sejak 1.400 tahun yang lalu dalam Alquran. Dunia ini penuh dengan permainan dan senda gurau kata-Nya.

Hari ini kita ketawa ngakak sampai sakit perut, eh tidak lama kemudian kita menangis sesenggukan. Baru sebentar merasakan secercah harapan enggak tahunya harus menelan pahit kekecewaan setelahnya. Detik ini kita masih merasa aman dari keadaan, ternyata saat berhijrah ke suatu tempat situasi mencekam di depan mata tidak terhindarkan. Berlaku sebaliknya, seperti senda gurau.

Belum lagi si pecinta dunia, mudahnya ia terlena dengan gemerlapnya yang fana. Kesenangan sesaat di atas meja judi, kenikmatan bujuk rayu setan dari kehidupan malam yang kelam, pelampiasan kekecewaan dengan narkotika. Segala bentuk kepalsuan yang menggiurkan si pengikut hawa nafsu untuk diikuti. Bahkan ia juga takut mati dan kehabisan harta benda. Termasuk menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang disebut sebagai 'keuntungan' olehnya. 

Namun bagi mereka yang lain, dunia itu sangat menyengsarakan. Bukan karena harta, tahta, wanita dan anak-anak. Melainkan kehidupan setelahnya. Yang hatinya rindu untuk dapat menatap-Nya. Yang hatinya sabar ketika cobaan ditimpakan. Yang akalnya menerima dan dapat melihat hidayah-Nya. Yang mencintai-Nya dalam segala bentuk kepatuhan. Akan tetapi hanya ia dan Allah saja yang mengetahuinya. 

Ternyata, dibalik kehidupan kita saat ini ada tangan-Nya yang berkehendak. Skenario hidup yang kita jalani telah tertulis di Lauh Mahfudz. Bahkan yang menggegerkan adalah Ia sudah menentukan siapa yang akan ke surga-Nya dan siapa ke neraka-Nya. Yang telah Rasulullah saksikan saat Beliau mikraj ke Sidratul Muntaha. Termasuk kemanakah kita nanti?

Dunia. Yakinkah saat ini kita benar-benar hidup? Atau sebenarnya kita sedang tidur? Dan akan benar-benar terjaga ketika sudah berada di dalam ruang tersempit yang bernama tanah? Berbalut kain kafan yang jauh dari modis. Mungkin, hidup kita saat ini adalah mimpi? Dan kita baru sadar sebenarnya hidup hanyalah beberapa jam saja? 

Saya rasa muhasabah saya hari ini cukup sekian. Besok dan seterusnya ini jadi pegangan untuk setiap keputusan-keputusan selama bernafas di dunia. Selalu bertanya dalam diri, apakah dunia menjadi surga atau neraka bagi saya yang kerdil ini. 

Senin, 17 Maret 2014

Misteri Perpindahan Nai

Ayah Nai melirik jam weker di meja rias. Dengan malas ia beranjak dari tempat tidur dan meninggalkan Nai yang masih bayi di pojokan. Tujuannya agar ia tidak ngesot dan jatuh ke lantai saat Mama Nai sedang sholat. Setelah memastikan Nai dalam keadaan aman untuk ditinggal, sang Ayah pun keluar kamar saat Mama Nai menyelesaikan rakaat pertama shalat zuhur. 

Tidak sampai lima detik, Nai pun beraksi. Ternyata diam berbaring sendirian itu tidak asyik, pikirnya. Ia ingin mengeksplor sekitar dan... Mama! Ia melihat Mamanya sedang melakukan gerakan yang sudah familiar baginya, tapi tetap menarik untuk dilihat. Nai ingin melihatnya dari jarak lebih dekat. Ia pun ngesot secepat kilat hingga tiba di bibir kasur. 

Setelah meninggalkan kamar, sang Ayah menuju pintu kulkas. Mengambil sebotol yakult untuk mendinginkan kerongkongannya sebelum kembali ke kantor setelah makan siang. Lalu dengan santai duduk di kursi tamu sambil menghadapkan wajah ke televisi. Sebelumnya sempat ngintip ke kamar memastikan kalau Mama Nai masih shalat dan Nai tidak kemana-mana. Dua menit setelah yakult habis, Ayah Nai masuk lagi ke kamar. Ia kaget setengah mati melihat Nai tergeletak di atas sajadah Mama yang sedang menyempurnakan rakaat ketiga. 

"Haa?? Koq Nai bisa disitu?" Tak ada jawaban tentunya. Mama Nai sedang sholat, sementara Nai bisanya cuma nangis, ketawa, ngoceh aa dan oo. 

Belum usai kagetnya, ia pun ke kamar mandi untuk berwudhu persiapan shalat Zuhur. Masuk kamar lagi lalu mengambil Nai dari sajadah Mama. Sang Ayah pun shalat bersama Nai di ruang yang lain karena takut terlambat jika harus menunggu Mama Nai beres sholat. Lalu, Ayah pun berpamitan untuk kembali mengemban amanah negara. 

Hmm, apa sebenarnya yang terjadi sehingga Nai bisa mendarat dengan mulus ke sajadah tanpa membuat sang Ayah curiga saat minum yakult di ruang tamu? Ternyata Mama Nai merangkul Nai yang hampir jatuh ke lantai ketika hendak sujud di rakaat kedua. 

Plis deh Yah, Nai itu gerakannya udah sangat gesit sekarang...

***

Jumat, 14 Maret 2014

Abadikan Hidupmu Lewat Tulisan

Wah, ternyata agar produktif untuk menulis itu susah juga ya...

Memang sih beberapa hari ini saya sedang konsen menulis sebuah novel. Deadlinenya 31 Maret ini memang. Gak tau juga bakal terkejar apa gak. Bayangin aja, target tulisannya tu 200-250 halaman bowk! Sementara sekarang tulisan saya baru 13 halaman. Hiks. Bahkan belum juga masuk ke cerita intinya. 

Wakwaw!!!

Saya mendapat pelajaran dengan menekuni menulis. Alhamdulillah dari dua kali ikutan event lomba, dua karya saya masuk sebagai kontributor untuk dijadikan antologi dalam buku cerpen anak dan cerpen bertajuk hujan. Sementara yang cerpen hujan sedang menunggu antri untuk dicetak, cerpen anak akan terbit bulan April in syaa Allaah. 

Sumpah! Gak nyangka dan gak percaya pas baca pengumumannya. Sebagai penulis pemula saya gak punya target untuk jadi pemenang. Lebih tepatnya ingin coba-coba aja. Kaget campur bahagia ketika nama saya tercantum di urutan ke-11 untuk cerpen anak dari 29 peserta yang terpilih. Menempati urutan ke-6 untuk cerpen bertema "Cinta Dibalik Hujan" dari 15 kontributor di buku #1. Jadi cerpen hujan ini sendiri ada 3 buku yang diterbitkan. Total kontributornya ada 45 orang. 

Kedua cerpen ini memiliki proses yang berbeda. Sangat menggelikan kalau diingat. Untuk cerpen anak awalnya saya posting dulu di grup FB komunitas bisa menulis. Ternyata banyak yang baca dan memberikan kritik dari yang mendukung, bilang bagus, memberi saran membangun hingga kritikan pedas dan cenderung menjatuhkan. Gimana gak, katanya cerpen saya itu bertele2, gak akan masuk nominasi kalaupun diikutkan. Dan yang lebih ekstrim lagi adalah mending gak usah dikirim sekalian. Gak akan lolos, katanya. 

Alhamdulillah, kritikan itu gak saya dengar. Berhubung saya berniat ingin menerapkan ilmu yang saya dapat dari grup KBM tersebut, jadi saya menuruti saran2 membangun. Dan hasilnya ternyata melampaui prediksi saya sendiri. 

Nah, untuk cerpen bertajuk hujan beda lagi ceritanya. Lain halnya dengan cerpen anak yang memberikan waktu lebih leluasa untuk merombaknya, kalau yang ini malah enggak sempat baca lagi sebelum saya kirim. Bener2 mepet waktunya dari deadline. Soalnya 15 menit lagi ditutup dan tidak diterima lagi lebih dari itu. 

Info eventnya saja saya terima kurang dari 24 jam sebelum deadline. Belum lagi saya harus bisa bagi waktu antara ngurus bayi, bersih2 rumah dan menulis. Alhasil, saya baru sempat menulis dengan konsen setelah maghrib karena bayi saya tidur. Godaan lainnya adalah bayi yang tidak mulus bobonya, suka kebangun2. Tapi saya ikhlas menjalaninya hingga tulisan saya tembus ternyata. Syukur Alhamdulillah. 

Saya punya target, bahwa saya harus punya buku sendiri. Apapun itu. Fiksi maupun non-fiksi. Setidaknya ada yang bisa saya tunjukkan pada anak-anak saya nanti dalam bentuk fisik. Dengan harapan, anak2 bisa mengabadikan hidup mereka juga nantinya melalui tulisan. 

Memang, antologi ini belum apa-apa untuk penulis senior. Tapi bagi saya yang newbie, ini adalah awal yang baik dan jadi cemeti buat saya untuk terus berkarya dan pantang menyerah sebelum buku atas nama saya terbit!

Jumat, 07 Maret 2014

Tingkah Kocak Bayiku

Alhamdulillaah...

Enggak terasa Naira sebentar lagi genap 8 bulan. Perkembangan demi perkembangan semakin terlihat dan sangat mengagumkan.

Pertama kali yang secara kasat mata terlihat ketika baru beberapa jam sejak lahir, perawat menyandingkan kami agar sekamar. Setelah dihangatkan di inkubator, Nai yang telah siap untuk merasakan udara luar harus melalui tahap IMD alias Inisiasi Menyusui Dini. Subhanallah, saya enggak habis pikir dengan sosok merah yang belum pun genap satu hari itu langsung paham dan segera menyusui tanpa dituntun. Nalurinya yang menuntunnya karena ia haus/lapar. Entahlah.

Hal mengejutkan lainnya adalah hari keduanya, saat menangis mama alias Omanya mencoba menenangkan sambil mengajak ngobrol. Diluar dugaan, Nai langsung diam dan mendengarkan dengan seksama. Lucu sekali kalau melihat videonya. Setelah selesai dimandikan, Nai yang sudah segar pun terlihat tenang dibanding sebelumnya. Bahkan membuat ia tertidur.

Perubahan selanjutnya ketika Nai 40 hari, ocehannya mulai panjang dan sering. Bahkan saat genap dua bulan, Omanya dibuat terpukau saat mengajak ngobrol Nai. Ia membalas ocehan Omanya begitu lama dan panjang seolah-olah mereka sedang berbicara dengan asyiknya. Belum lagi bobot Nai yang 2x lipat dari berat lahirnya tepat di usia 2 bulan. Nai chubby dan menggemaskan. 

Menjejak 3 bulan Nai sudah bisa diajak interaksi. Emosinya mulai bermain. Ia juga mulai mau digendong siapa saja, sudah mengerti untuk meringankan beban mamanya (ngeles). Juga tidak mau mamanya begadang terlalu lama. Nai tidur awal dan bangun subuh. Alhamdulillah. Ia juga paham melihat acara TV melalui pantulan kaca. Marah-marah jika digangguin, dan mau tersenyum pada siapa saja. 

Di usianya melewati 4 bulan, Nai sudah bisa tengkurap. Kadang malah tengah malam ketika haus tiba-tiba sudah tengkurap sambil nangis. Saya dan suami suka mengajaknya bermain di playmat agar ia leluasa tengkurap dan bereksplorasi dengan warna-warni playmat. 

Di usia 5 bulan ke atas Nai sudah bisa bolak-balik. Menambah kekhawatiran kami jika dibiarkan sendiri di atas kasur. Pernah suatu kali saya di ruang tengah. Nai menangis karena haus/lapar. Ketika masuk kamar, ia sudah di pinggir kasur. Allahu Akbar. Segera saya tangkap kepalanya agar tidak terkena keramik. Dia siap berguling saat itu. Ya, memang jatuh tapi setidaknya saya masih bisa menyelamatkan kepalanya dari terbentur keramik secara langsung. 

Tepat di usia 7 bulan Nai sudah bisa merayap. Tidak membuang kesempatan, ia langsung menjelajahi rumah kesana kemari. Sejak insiden hampir jatuh pun kami yang awalnya memberi batas dengan bantal di pinggir kasur, mulai was-was karena Nai sudah bisa memanjat. Semakin bisa ngesot, pengawasan yang kami berikan semakin besar. Belum lagi hewan kaki seribu yang sering muncul, takut-takut oleh Nai malah dimakan. 

Sekarang apalagi. Nai semakin aktif dan pergerakan merayapnya sangat cepat. Pernah kabel lampu emergency yang tergantung menjuntai ke lantai hendak ditarik olehnya. Alhamdulillah masih bisa diselamatkan. Kalau taplak meja sih lewat, entah berapa kali ditariknya. Untungnya benda-benda di meja tidak membahayakan. Selain itu kami sudah memperkenalkan baby walker pada Nai agar ia tidak bosan di lantai terus. Tapi dominannya saat saya memberi ia makan saja, toh Nai belum paham menggerakkan baby walker. Seringnya kalau dia sudah bosan, baru secara terpaksa dan dibawah alam sadarnya kakinya mendorong. 

Pagi ini ketika saya hendak menyuapinya makan seperti biasa ia saya letakkan di baby walker. Ketika sudah beberapa suap, terkejutnya saya melihat Nai sudah mengerti mendorong baby walker. Ia secara sadar menggerakkan kakinya dan memperhatikan sekitarnya, termasuk saya ketika mendorong. Ia bahkan tahu target tujuannya hendak kemana. 

Ahh, anakku memang ajaib. Setiap ibu pasti merasa ajaib ketika melihat perubahan-perubahan pada bayi mereka. Seperti itulah proses belajar mereka. Benar-benar ibarat kertas putih yang sama sekali belum terisi apapun. Natural sekali cara mereka mengenali hal-hal baru. Mereka juga butuh pengulangan agar benar-benar mengenalinya. 

Satu hal yang tidak habis pikir buat saya. Nai pintar bercanda. Seringkali ia membuat suara-suara dengan intonasi teratur yang disengaja, lalu menghipnotis saya untuk mengikuti cara ia bersuara. Tanpa lupa ia menyungging senyum. Belum lagi kedekatannya dengan sang Ayah dengan cara yang berbeda. Memang namanya anak-anak suka sekali dengan perhatian. Merajuk jika tak ada yang temani ia. Dan jika di tempat tidur, si kecil nan imut senang sekali menempel ke badan. Sesekali menindih perut saya dengan kepalanya. Manja. Malah sekarang-sekarang ia suka memanjat ke perut saya menyentuh kalung atau sekedar bercanda. Serta sengaja menyeberangi perut agar bisa ke sebelah saya (sisi berseberangan). 

Nai bikin gemes aja. 


Jumat, 28 Februari 2014

Senangnya Anak Doyan Makan

Umur bayiku tercinta saat ini menjejak 8 bulan. Tepatnya tanggal 16 Maret ntar bertepatan dengan ultah emaknya (jangan lupa kadonya). Alhamdulillaah, ASI masih lancar dan Naira enggak hanya kuat ASI-nya, kuat juga makannya. 

Disini saya mau sharing dikit cara saya menyiasati Nai agar MPASI-nya habis satu mangkok. 

Pada dasarnya sih, bayi itu akan sangat lahap makannya ketika ia lapar. Sama lah kayak kita orang dewasa. Tapi perlu diketahui juga, kalau jam biologis laparnya udah lewat mereka enggak akan lapar lagi. 

Gimana tahunya saat bayi itu lapar? Kalau Naira sih biasanya udah mulai keluar air liur yang jumlahnya melebihi biasanya, atau dia memasukkan jarinya ke dalam mulut sambil gigit-gigit gitu. Trus ciri khas lainnya adalah menangis sambil menunjukkan hal di atas. 

Kalau ciri-ciri di atas sudah terperhatikan, jangan tunda-tunda lagi untuk menyuapkan makanan kepada mereka. Dijamin mereka bakal lahap sekali makannya dan kita pun senang sekali menyuapkannya.

Trus di tengah-tengah momen menyuapkan tersebut, bayi kita malah bergerak aktif sekali sehingga sulit diberi makan cara menghadapinya gimana? Nah untuk kasus ini, biasanya saya bakal mengakali dengan memegang boneka sapi dari Ayahnya di sebelah kiri, tangan kanan menyuapinya. Nah boneka sapinya saya bunyikan dengan menarik buntutnya dan dimain-mainkan ke wajahnya. Intinya sih menarik perhatiannya supaya enggak sulit kita kejar-kejar hehe... And it works!

Ada lagi cara lain untuk menaklukkan mereka agar anteng saat disuapi. Yaitu, saya pekik suara Adzan. Atau kalau tidak saya bunyi-bunyikan suara yang aneh yang menarik perhatiannya. Ini juga efektif dan membuat satu mangkok MPASI ludes habis. 

Sebenarnya, bayi itu untuk urusan makan bakalan mau terus asal kita tahu strategi dan telaten menyuapinya. Selain itu kita juga harus mengetahui jam-jam saat mereka lapar. Supaya kebutuhan gizi mereka tercukupi dengan maksimal. 

Yang terakhir, gimana cara kita membangkitkan hasrat ingin makan pada bayi? Simple sekali jawabannya. Makanlah terlebih dahulu di depan mereka. Pemandangan saat kita masukkan nasi atau makanan apapun ke dalam mulut bakal menarik mereka untuk membangkitkan rasa lapar. Selama ini, tips-tips inilah yang saya jalankan sehingga Naira tidak kurang 4x sehari minta makan huhuhu... Tapi balik lagi ke ibunya, menunya disesuaikan mana cemilan mana yang pokok. 

Sementara ini dulu ya ibu-ibu ^^

Senin, 24 Februari 2014

What Dad Means To You?

If you hear the word "Dad", what does it mean to you?

For me, he is a hidden angel as mom a seen angel. We sometimes only think or see that our mom is the only one who looks after us when we were kids. While dad, he just cares us when we get sick. He brought us to the hospital. He is the boss, the one who earns money, and spare his limited time to play with us. 

But, have we ever thought what is actually in Dad's mind? 

He is the one who feels guilty when we are ill because he cannot pay his attention to us 24 hours like mom does. For the sake of his family, he's willing to sacrify his body and soul in the name of happiness. From the deep of his heart, he always thinks about us 24/7. Never stop thinking. That's why sometimes he gets angry at us when his expectation to us is out of his mind. It doesn't mean he doesn't love you! The more he angry, the more he loves you actually. 

When Dad feels so sad? The answer could be: when his daughters have to live with strangers (red; husband) in which they just know from outter look. Who takes his former little baby and build a new family like he does/did. "Can he take care of my cute girl like I did? Will he make my daughter happy?" That might be crossed his mind. 

Everybody needs the figure of their Father. Don't hate him if he cannot be a good father for you. Everything must be a reason why. Let the time answers unless you cannot get it directly. Time will answers everything about your life. 

For you who have a brilliant father, as long as they live, please!!! Do the best for him. Without Dad, there will never be a half of his genetics in our body. No way! There will never be a word "Dad" of a "father" as we recognize it. Do as many positive things as you can for him. Before you regret in a life time. 

From now on, don't hesitate to say "I Love You, Dad".

That is Dad means to me. What Dad means to you?

Minggu, 23 Februari 2014

I Just Want To Write!

Everybody who just red my writings, you come to a right spot. This is my first time writing my blog in English although my blog was born in an English country. It began since I earnt my master programme in 2010-2011 at Deakin University, Australia. A friend who has had blog recognized me a good place to write. And then this blog was born and alive. 

I love to write, because not all things I can share to people orally. It is restricted by distance, time, and opportunity. But through writing, you can talk anything you want, no matter who they are, wherever they are what you think you need to share. All things useful that can benefit ones who read yours. Or matters you wanna people understand your feeling, feel like you do, and help you with solutions.

I feel so pleasant when everybody read mine. And sometimes they leave comments that can make you raise up because it means they care about you. They feel good as they read your writing. It will make you satisfy. 

When you addict to write, you even cannot stop writing. Your brain and your hand will work together in the same time sinergically. And that would be happened when your heart is in control. And that time, believe me, you will produce the best writing ever. 

One more thing, don't write as you want people to read. But write as people have to read it. 

;)

Selamat Dinas, Sayang...

Aku gak tau harus berekspresi gimana hari ini hingga 5 hari ke depan. Masalahnya suami semalam berangkat dinas di kota tempat ia dibesarkan. Yup, kota kembang, Bandung. 

Perasaanku campur sari bin nano-nano sih. Ada sedihnya, ada senengnya juga. Lebih parah biasa aja juga ada. Dasar istri parah ya hihihi. Eits, jangan suuzon dulu. Semua itu ada alasannya. 

Kenapa aku sedih? Ya namanya ditinggal ampe seminggu sama suami rasanya pasti sepi banget. Apalagi kami pasangan muda (red; hampir kepala 3), punya bayi pula yang baru aktif2nya karena udah bisa merangkak, pusing 7 keliling gak ditemenin suami. Pfiiuuh... Biasanya ada temen becanda n curhat, kali ini mesti dirapel dulu sampe orangnya pulang. 

Biasa aja karena aku sehari-harinya juga ketemu cm sore n malam aja. Siangnya walaupun pulang untuk maksi habis itu molor lagi deh. Trus berangkat ke lapangan kalo udah kedengaran bel. Kalo di rumah tu dari pagi mpe malam yang dominan urusin anak ya cuma aku. Suami paling ajakin main di luar pke stroller pas udah baby dalam keadaan wangi n segar. Klo udah pup or pipis aku juga yang turun tangan. Dan keseharian selama punya bayi ya ngurusin bayi aja. Dari mulai ia bangun mpe tidur lagi. Apalagi sekarang udah MPASI walaupun masih juga ASI. 

Senang juga :D kenapa? Karena aku jadi lebih bebas mau ngapain aja di rumah. Bisa santai2 dari urusan beres2 rumah, bisa menulis tanpa ada hambatan berarti (suami suka jealous kalo aku udah berkutat ama gadget, pasti nulis sesuatu). Satu hal lagi yang paling bikin girang adalah gak ada yang protes saat aku baca buku. Suami biasa suka caper minta dilayani supaya aku keputus baca bukunya. Ada-ada aja. 

Anyway, biasa kalo suami dines tu suka banyak shopping list dari aku. Soalnya jarang2 ada dinas keluar kota. Itu biasanya kalo aku gak minta ikut. Jauh bo' perjalanan dari Kaltim ke Jawa. Mesti 8 jam pake jalur darat n naik pesawat. Nah, kali ini juga gitu. Berlaku sederetan shopping list yang kalo satu item aja gak dibeli, aku pasti pasang jurus mewek sejagat raya :D

INGINKU

Hari ini aku ingin tertawa
Buat apa bersedih?
Lupakan kesah dan lara

Hari ini aku ingin santai
Buat apa sibuk-sibuk?
Raga butuh ketenangan

Hari ini aku ingin sendiri
Buat apa ramai-ramai?
Jiwaku butuh kebebasan

Hari ini aku ingin di rumah
Buat apa keluar?
Ada kenyamanan disini

Hari ini aku ingin tidur
Buat apa terjaga terus?
Berharap mimpi indah itu jadi nyata

Kamis, 20 Februari 2014

(Cerpen Anak) JANJI LARA

Lara punya seorang teman bernama Aisyah. Anaknya baik dan juga pintar. Orangnya santun dan sangat ramah.
Suatu pagi, ia melihat Aisyah sedang duduk di pojokan kursi seorang diri sebelum kelas dimulai. Lara mengurungkan niat untuk segera masuk, lalu memperhatikan Aisyah dari sudut pintu. Aisyah menyadari ada yang sedang memperhatikannya.  
"Eh, ternyata Lara. Kenapa tidak segera masuk?" tanya Aisyah seraya menghampiri Lara. 
"Ketahuan, deh aku!" Lara tertawa nyengir. Lalu melanjutkan, “Aku takut mengganggu kamu yang sedang mengaji, makanya tadi tidak masuk dulu. Tunggu sampai beres dulu ngajinya.”
"Enggak apa-apa koq. Kita kan bisa ngaji bareng. Tumben kamu datang pagi sekali hari ini?" tanya Aisyah. Sementara Lara hanya menjawab dengan senyuman. 
“Aisyah, apa enaknya sih mengaji? Mendingan main game kayak gini ni!” ujar Lara sambil menunjukkan PSP yang baru dibelikan ayahnya.
"Ayahku bilang dari pada menghabiskan waktu buat main game atau nonton TV, lebih baik mengaji. Supaya waktu tidak terbuang sia-sia." jawab Aisyah sambil menyunggingkan senyum. 
"Masa, sih? Lebih seru ngegame lah!" seru Lara tidak mau kalah. Mendengar ucapan Lara, Aisyah geleng-geleng kepala. 
“Kamu tahu tidak, membaca satu huruf Alquran saja pahalanya mendapat satu kebaikan. Apalagi kalau banyak huruf yang kita baca." lanjut Aisyah.
"Iya, gitu?” Lara malah acuh mendengar ucapan Aisyah. Lalu ia melanjutkan keasyikannya main PSP. 
Seperti anak-anak lainnya, Lara juga mengaji di TPA setiap sore. Namun, sudah satu minggu ini ia malas untuk datang karena asyik memainkan PSP yang diberikan ayahnya.
"Nak, kamu sudah seminggu loh absen ke TPA. Ibu harus bilang apa nanti sama ustadzah kalau ketemu?" ujar ibu Lara kesal. Sementara Lara asyik-asyikan main di sofa ruang tamu.
“Iya Bu, sebentar...” jawab Lara kurang memperhatikan ibunya.
"Kalau kamu masih bolos hari ini, PSPnya ibu sita!" ancam ibunya serius. 
"Jangan, jangan Bu! Iya... iya Lara siap-siap ke TPA sekarang. Jangan disita PSPnya, Bu!" Lara pun berlari ke kamarnya, tak lupa membawa serta PSP yang sedari tadi tidak lepas dari tangannya.  
Akhirnya, setelah satu minggu bolos mengaji, sore itu juga Lara pergi ke TPA.
Malam harinya, Lara yang tertidur pulas pun bermimpi. Dalam mimpinya, Lara berada di tempat yang sangat sempit dan gelap. Tapi tiba-tiba datang cahaya mendekatinya. Lalu Lara bertanya,
"Siapa Engkau?" Kemudian cahaya itu menjawab,
"Aku adalah bacaan Al-quran yang kau bacakan."
"Benarkah?" tanya Lara berusaha meyakinkan.
"Ya."
"Apakah kau akan pergi meninggalkanku?"
"Aku akan terus menemanimu selama engkau rajin membaca Alquran. Jika tidak, maka aku akan pergi meninggalkanmu." jawab cahaya tersebut. 
"Jika engkau pergi, siapa yang akan menemaniku?"
"Kamu akan ditemani oleh cacing-cacing dan serangga-serangga yang ada disini."
"Aku tidak mau. Aku janji tidak akan malas ngaji lagi. Biar terus kau temani." Kemudian, tiba-tiba saja cahaya yang bersuara tadi menghilang secara perlahan. Tentu saja Lara menjadi gusar sekali.
“Hei, jangan tinggalkan aku! Aku takut sendirian disini. Jangan pergiiii!” teriak Lara yang membuatnya terbangun dari tidurnya.
Lara yang sangat terkejut segera bangkit dari kasurnya. Ia teringat akan mimpi tadi. Ia takut jika harus berteman dengan cacing-cacing dan serangga yang menjijikkan. Secepat kilat Lara berlari ke kamar ibunya dengan PSP di tangan.
“Ada apa, Lara?” tanya ibunya kebingungan.
“Aku mimpi buruk, Bu. Ada sebuah cahaya yang datang kepadaku. Katanya, kalau aku membaca Alquran ia akan menemaniku, tetapi jika tidak maka cacing dan seranggalah yang akan menjadi temanku. Aku takut, Bu!” Lara menjelaskan pada ibunya hampir menangis.
Mendengar hal itu ibu Lara memeluknya sambil berkata,
“Itu artinya, kamu harus rajin mengaji, sayang.” ucap sang ibu sambil tersenyum dan mengusap kepala menenangkan Lara.
“Iya, Bu. Lara janji akan rajin ke TPA dan enggak akan bolos lagi!” berkata sembari melihat ibunya.
“Apa buktinya kamu akan rajin mengaji?”
“Mulai sekarang, PSP Lara Ibu yang pegang. Supaya Lara tidak lalai dan bolos TPA lagi!” jawab Lara sambil menyerahkan PSP kepada ibunya.
“Alhamdulillah, anak Ibu memang shalehah,” sambil mencium kening Lara, “sekarang kita shalat subuh berjamaah, yuk! Sudah azan.” ajak ibunya.
“Baik, Bu. Aku ambil wudhu dulu ya! Setelah itu kita mengaji ya, Bu. Aku mau pahala yang banyak dan selalu ditemani oleh cahaya Alquran.” seru Lara mantap. Ibunya mengangguk tanda mengiyakan.
Mulai saat itu, Lara selalu menunaikan janjinya. Ia tidak pernah lagi bolos ke TPA.

SEKIAN