"How are you, pretty girl?" tanya Ben tersenyum yang hampir setiap menit menanyakan soal yang sama. Retoris. Namun anehnya, aku suka sekali ditanya terus walaupun diulangi ribuan kali setiap hari.
"I'm fine. And you?" tak jemu kusambut dengan jawaban serupa, kendati kuucapkan berulang-ulang kali padanya. Tak lupa senyuman manis sebagai pengganti ucapan "Jangan bosan untuk terus bertanya kabarku" padanya.
Hubunganku dengan Ben tak lebih dari seorang peneliti to be dengan peneliti senior. Ia berkebangsaan Kanada yang sedang meneliti tentang herpetofauna di Indonesia. Sementara dosen pembimbingku yang notabene adalah koleganya, memintaku untuk menjadi penerjemah selama di lapangan sekaligus mengumpulkan data untuk keperluan skripsi.
Ben tak sendiri. Ada beberapa rekan peneliti lain yang ikut. Namun, hanya dia yang suka mengajakku bercanda. Hanya dia yang suka mengambil fotoku yang tanpa ekspresi. Hanya dia yang bisa membuatku merasakan 'rasa'. Hanya ia yang bisa membuat waktu dua bulan di lapangan tidak terasa lama.
Hingga suatu hari, ia menunjukkan foto-foto dari laptop. Banyak foto-fotoku disana. Ah, hatiku berdesir dan senang tak terkira. Bagaimana rasanya diistimewakan? Ya, begitulah yang terasa saat melihat foto-foto wajahku di layar 14 inch milik Ben. Dapat kupastikan setengahnya dari album yang ia perlihatkan adalah gambar-gambarku. Selebihnya berupa spesies-spesies dari hewan amfibi dan reptil hasil jepretannya di lapangan. Huh, jangan-jangan ia menyamakan wajahku dengan mereka, batinku berbisik.
Belum puas kunikmati kebahagiaan di hati, senyumku sontak berubah sedatar mungkin saat gambar terakhir terlihat di layar.
"Sorry, that's my ex-wife."
Ia duda!
Setelah penelitian usai, Ben dan beberapa rekan lain kembali ke Canada. Sementara dua rekan yang masih di Indonesia harus mengurus spesimen hewan di laboratorium jurusan Biologi kampusku. Salah satu dari mereka yang bernama Jim berkata,"Ben said something to me about you."
"What's that?" tiba-tiba degub jantungku kencang, tak mampu kukendalikan. Aku tak sabar mendengar apa yang hendak diutarakan Jim. Sungguh hari-hariku terasa hambar tanpa pertanyaan retoris dari Ben. Aku merindukannya.
"You are the most beautiful girl that he ever spoke to!"
Nafasku tertahan sesaat. Masih dengan debaran yang makin tak keruan, ditambah lagi desiran hati yang membuatku nyaris kaku. Ingin rasanya aku berteriak saat itu. Andaikan Ben disini saat ini!
Oh, Ben. Sadis sekali caramu menghujamkan panah asmara dari Canada sana ke hatiku. Kau memang romantis, Ben. Namun, semanis apapun kata yang terlontar hanya akan memperparah rasaku saat ini. Ya Ben, 'rasa' yang tak seharusnya hinggap di hatiku. Aku sudah punya kekasih! (http://www.lovrinz.com/)
Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway Keping Hati
wah, endingnya hiks...
BalasHapuskupikir si aku masih seorang diri... heheh
Bagus, kerasa banget perasaan hatinya.
Oke, ditunggu pengumumannya ya...
Siap, mba. Duh, masuk kategori gak ya?
HapusDiumuminnya via fb atau blognya Mba Rina?