Jumat, 28 Februari 2014

Senangnya Anak Doyan Makan

Umur bayiku tercinta saat ini menjejak 8 bulan. Tepatnya tanggal 16 Maret ntar bertepatan dengan ultah emaknya (jangan lupa kadonya). Alhamdulillaah, ASI masih lancar dan Naira enggak hanya kuat ASI-nya, kuat juga makannya. 

Disini saya mau sharing dikit cara saya menyiasati Nai agar MPASI-nya habis satu mangkok. 

Pada dasarnya sih, bayi itu akan sangat lahap makannya ketika ia lapar. Sama lah kayak kita orang dewasa. Tapi perlu diketahui juga, kalau jam biologis laparnya udah lewat mereka enggak akan lapar lagi. 

Gimana tahunya saat bayi itu lapar? Kalau Naira sih biasanya udah mulai keluar air liur yang jumlahnya melebihi biasanya, atau dia memasukkan jarinya ke dalam mulut sambil gigit-gigit gitu. Trus ciri khas lainnya adalah menangis sambil menunjukkan hal di atas. 

Kalau ciri-ciri di atas sudah terperhatikan, jangan tunda-tunda lagi untuk menyuapkan makanan kepada mereka. Dijamin mereka bakal lahap sekali makannya dan kita pun senang sekali menyuapkannya.

Trus di tengah-tengah momen menyuapkan tersebut, bayi kita malah bergerak aktif sekali sehingga sulit diberi makan cara menghadapinya gimana? Nah untuk kasus ini, biasanya saya bakal mengakali dengan memegang boneka sapi dari Ayahnya di sebelah kiri, tangan kanan menyuapinya. Nah boneka sapinya saya bunyikan dengan menarik buntutnya dan dimain-mainkan ke wajahnya. Intinya sih menarik perhatiannya supaya enggak sulit kita kejar-kejar hehe... And it works!

Ada lagi cara lain untuk menaklukkan mereka agar anteng saat disuapi. Yaitu, saya pekik suara Adzan. Atau kalau tidak saya bunyi-bunyikan suara yang aneh yang menarik perhatiannya. Ini juga efektif dan membuat satu mangkok MPASI ludes habis. 

Sebenarnya, bayi itu untuk urusan makan bakalan mau terus asal kita tahu strategi dan telaten menyuapinya. Selain itu kita juga harus mengetahui jam-jam saat mereka lapar. Supaya kebutuhan gizi mereka tercukupi dengan maksimal. 

Yang terakhir, gimana cara kita membangkitkan hasrat ingin makan pada bayi? Simple sekali jawabannya. Makanlah terlebih dahulu di depan mereka. Pemandangan saat kita masukkan nasi atau makanan apapun ke dalam mulut bakal menarik mereka untuk membangkitkan rasa lapar. Selama ini, tips-tips inilah yang saya jalankan sehingga Naira tidak kurang 4x sehari minta makan huhuhu... Tapi balik lagi ke ibunya, menunya disesuaikan mana cemilan mana yang pokok. 

Sementara ini dulu ya ibu-ibu ^^

Senin, 24 Februari 2014

What Dad Means To You?

If you hear the word "Dad", what does it mean to you?

For me, he is a hidden angel as mom a seen angel. We sometimes only think or see that our mom is the only one who looks after us when we were kids. While dad, he just cares us when we get sick. He brought us to the hospital. He is the boss, the one who earns money, and spare his limited time to play with us. 

But, have we ever thought what is actually in Dad's mind? 

He is the one who feels guilty when we are ill because he cannot pay his attention to us 24 hours like mom does. For the sake of his family, he's willing to sacrify his body and soul in the name of happiness. From the deep of his heart, he always thinks about us 24/7. Never stop thinking. That's why sometimes he gets angry at us when his expectation to us is out of his mind. It doesn't mean he doesn't love you! The more he angry, the more he loves you actually. 

When Dad feels so sad? The answer could be: when his daughters have to live with strangers (red; husband) in which they just know from outter look. Who takes his former little baby and build a new family like he does/did. "Can he take care of my cute girl like I did? Will he make my daughter happy?" That might be crossed his mind. 

Everybody needs the figure of their Father. Don't hate him if he cannot be a good father for you. Everything must be a reason why. Let the time answers unless you cannot get it directly. Time will answers everything about your life. 

For you who have a brilliant father, as long as they live, please!!! Do the best for him. Without Dad, there will never be a half of his genetics in our body. No way! There will never be a word "Dad" of a "father" as we recognize it. Do as many positive things as you can for him. Before you regret in a life time. 

From now on, don't hesitate to say "I Love You, Dad".

That is Dad means to me. What Dad means to you?

Minggu, 23 Februari 2014

I Just Want To Write!

Everybody who just red my writings, you come to a right spot. This is my first time writing my blog in English although my blog was born in an English country. It began since I earnt my master programme in 2010-2011 at Deakin University, Australia. A friend who has had blog recognized me a good place to write. And then this blog was born and alive. 

I love to write, because not all things I can share to people orally. It is restricted by distance, time, and opportunity. But through writing, you can talk anything you want, no matter who they are, wherever they are what you think you need to share. All things useful that can benefit ones who read yours. Or matters you wanna people understand your feeling, feel like you do, and help you with solutions.

I feel so pleasant when everybody read mine. And sometimes they leave comments that can make you raise up because it means they care about you. They feel good as they read your writing. It will make you satisfy. 

When you addict to write, you even cannot stop writing. Your brain and your hand will work together in the same time sinergically. And that would be happened when your heart is in control. And that time, believe me, you will produce the best writing ever. 

One more thing, don't write as you want people to read. But write as people have to read it. 

;)

Selamat Dinas, Sayang...

Aku gak tau harus berekspresi gimana hari ini hingga 5 hari ke depan. Masalahnya suami semalam berangkat dinas di kota tempat ia dibesarkan. Yup, kota kembang, Bandung. 

Perasaanku campur sari bin nano-nano sih. Ada sedihnya, ada senengnya juga. Lebih parah biasa aja juga ada. Dasar istri parah ya hihihi. Eits, jangan suuzon dulu. Semua itu ada alasannya. 

Kenapa aku sedih? Ya namanya ditinggal ampe seminggu sama suami rasanya pasti sepi banget. Apalagi kami pasangan muda (red; hampir kepala 3), punya bayi pula yang baru aktif2nya karena udah bisa merangkak, pusing 7 keliling gak ditemenin suami. Pfiiuuh... Biasanya ada temen becanda n curhat, kali ini mesti dirapel dulu sampe orangnya pulang. 

Biasa aja karena aku sehari-harinya juga ketemu cm sore n malam aja. Siangnya walaupun pulang untuk maksi habis itu molor lagi deh. Trus berangkat ke lapangan kalo udah kedengaran bel. Kalo di rumah tu dari pagi mpe malam yang dominan urusin anak ya cuma aku. Suami paling ajakin main di luar pke stroller pas udah baby dalam keadaan wangi n segar. Klo udah pup or pipis aku juga yang turun tangan. Dan keseharian selama punya bayi ya ngurusin bayi aja. Dari mulai ia bangun mpe tidur lagi. Apalagi sekarang udah MPASI walaupun masih juga ASI. 

Senang juga :D kenapa? Karena aku jadi lebih bebas mau ngapain aja di rumah. Bisa santai2 dari urusan beres2 rumah, bisa menulis tanpa ada hambatan berarti (suami suka jealous kalo aku udah berkutat ama gadget, pasti nulis sesuatu). Satu hal lagi yang paling bikin girang adalah gak ada yang protes saat aku baca buku. Suami biasa suka caper minta dilayani supaya aku keputus baca bukunya. Ada-ada aja. 

Anyway, biasa kalo suami dines tu suka banyak shopping list dari aku. Soalnya jarang2 ada dinas keluar kota. Itu biasanya kalo aku gak minta ikut. Jauh bo' perjalanan dari Kaltim ke Jawa. Mesti 8 jam pake jalur darat n naik pesawat. Nah, kali ini juga gitu. Berlaku sederetan shopping list yang kalo satu item aja gak dibeli, aku pasti pasang jurus mewek sejagat raya :D

INGINKU

Hari ini aku ingin tertawa
Buat apa bersedih?
Lupakan kesah dan lara

Hari ini aku ingin santai
Buat apa sibuk-sibuk?
Raga butuh ketenangan

Hari ini aku ingin sendiri
Buat apa ramai-ramai?
Jiwaku butuh kebebasan

Hari ini aku ingin di rumah
Buat apa keluar?
Ada kenyamanan disini

Hari ini aku ingin tidur
Buat apa terjaga terus?
Berharap mimpi indah itu jadi nyata

Kamis, 20 Februari 2014

(Cerpen Anak) JANJI LARA

Lara punya seorang teman bernama Aisyah. Anaknya baik dan juga pintar. Orangnya santun dan sangat ramah.
Suatu pagi, ia melihat Aisyah sedang duduk di pojokan kursi seorang diri sebelum kelas dimulai. Lara mengurungkan niat untuk segera masuk, lalu memperhatikan Aisyah dari sudut pintu. Aisyah menyadari ada yang sedang memperhatikannya.  
"Eh, ternyata Lara. Kenapa tidak segera masuk?" tanya Aisyah seraya menghampiri Lara. 
"Ketahuan, deh aku!" Lara tertawa nyengir. Lalu melanjutkan, “Aku takut mengganggu kamu yang sedang mengaji, makanya tadi tidak masuk dulu. Tunggu sampai beres dulu ngajinya.”
"Enggak apa-apa koq. Kita kan bisa ngaji bareng. Tumben kamu datang pagi sekali hari ini?" tanya Aisyah. Sementara Lara hanya menjawab dengan senyuman. 
“Aisyah, apa enaknya sih mengaji? Mendingan main game kayak gini ni!” ujar Lara sambil menunjukkan PSP yang baru dibelikan ayahnya.
"Ayahku bilang dari pada menghabiskan waktu buat main game atau nonton TV, lebih baik mengaji. Supaya waktu tidak terbuang sia-sia." jawab Aisyah sambil menyunggingkan senyum. 
"Masa, sih? Lebih seru ngegame lah!" seru Lara tidak mau kalah. Mendengar ucapan Lara, Aisyah geleng-geleng kepala. 
“Kamu tahu tidak, membaca satu huruf Alquran saja pahalanya mendapat satu kebaikan. Apalagi kalau banyak huruf yang kita baca." lanjut Aisyah.
"Iya, gitu?” Lara malah acuh mendengar ucapan Aisyah. Lalu ia melanjutkan keasyikannya main PSP. 
Seperti anak-anak lainnya, Lara juga mengaji di TPA setiap sore. Namun, sudah satu minggu ini ia malas untuk datang karena asyik memainkan PSP yang diberikan ayahnya.
"Nak, kamu sudah seminggu loh absen ke TPA. Ibu harus bilang apa nanti sama ustadzah kalau ketemu?" ujar ibu Lara kesal. Sementara Lara asyik-asyikan main di sofa ruang tamu.
“Iya Bu, sebentar...” jawab Lara kurang memperhatikan ibunya.
"Kalau kamu masih bolos hari ini, PSPnya ibu sita!" ancam ibunya serius. 
"Jangan, jangan Bu! Iya... iya Lara siap-siap ke TPA sekarang. Jangan disita PSPnya, Bu!" Lara pun berlari ke kamarnya, tak lupa membawa serta PSP yang sedari tadi tidak lepas dari tangannya.  
Akhirnya, setelah satu minggu bolos mengaji, sore itu juga Lara pergi ke TPA.
Malam harinya, Lara yang tertidur pulas pun bermimpi. Dalam mimpinya, Lara berada di tempat yang sangat sempit dan gelap. Tapi tiba-tiba datang cahaya mendekatinya. Lalu Lara bertanya,
"Siapa Engkau?" Kemudian cahaya itu menjawab,
"Aku adalah bacaan Al-quran yang kau bacakan."
"Benarkah?" tanya Lara berusaha meyakinkan.
"Ya."
"Apakah kau akan pergi meninggalkanku?"
"Aku akan terus menemanimu selama engkau rajin membaca Alquran. Jika tidak, maka aku akan pergi meninggalkanmu." jawab cahaya tersebut. 
"Jika engkau pergi, siapa yang akan menemaniku?"
"Kamu akan ditemani oleh cacing-cacing dan serangga-serangga yang ada disini."
"Aku tidak mau. Aku janji tidak akan malas ngaji lagi. Biar terus kau temani." Kemudian, tiba-tiba saja cahaya yang bersuara tadi menghilang secara perlahan. Tentu saja Lara menjadi gusar sekali.
“Hei, jangan tinggalkan aku! Aku takut sendirian disini. Jangan pergiiii!” teriak Lara yang membuatnya terbangun dari tidurnya.
Lara yang sangat terkejut segera bangkit dari kasurnya. Ia teringat akan mimpi tadi. Ia takut jika harus berteman dengan cacing-cacing dan serangga yang menjijikkan. Secepat kilat Lara berlari ke kamar ibunya dengan PSP di tangan.
“Ada apa, Lara?” tanya ibunya kebingungan.
“Aku mimpi buruk, Bu. Ada sebuah cahaya yang datang kepadaku. Katanya, kalau aku membaca Alquran ia akan menemaniku, tetapi jika tidak maka cacing dan seranggalah yang akan menjadi temanku. Aku takut, Bu!” Lara menjelaskan pada ibunya hampir menangis.
Mendengar hal itu ibu Lara memeluknya sambil berkata,
“Itu artinya, kamu harus rajin mengaji, sayang.” ucap sang ibu sambil tersenyum dan mengusap kepala menenangkan Lara.
“Iya, Bu. Lara janji akan rajin ke TPA dan enggak akan bolos lagi!” berkata sembari melihat ibunya.
“Apa buktinya kamu akan rajin mengaji?”
“Mulai sekarang, PSP Lara Ibu yang pegang. Supaya Lara tidak lalai dan bolos TPA lagi!” jawab Lara sambil menyerahkan PSP kepada ibunya.
“Alhamdulillah, anak Ibu memang shalehah,” sambil mencium kening Lara, “sekarang kita shalat subuh berjamaah, yuk! Sudah azan.” ajak ibunya.
“Baik, Bu. Aku ambil wudhu dulu ya! Setelah itu kita mengaji ya, Bu. Aku mau pahala yang banyak dan selalu ditemani oleh cahaya Alquran.” seru Lara mantap. Ibunya mengangguk tanda mengiyakan.
Mulai saat itu, Lara selalu menunaikan janjinya. Ia tidak pernah lagi bolos ke TPA.

SEKIAN

Selasa, 18 Februari 2014

Penyesalan Yang Tak Berujung

Terasa lain saat suami menunjukkan sms yang diterimanya pada hari Jumat lalu (7/2) ketika ia pulang dari kantor untuk makan siang.
"Iwan, Graha kondisi nenek sudah lemah sekali. Minta doanya ya". 
Kubaca pesan singkat yang dikirim oleh bapak mertua dengan perasaan yang tak menentu. Benar-benar tak biasa. 

Memang nenek dari suamiku yang tinggal di Tasikmalaya, Jawa Barat sudah lama menyandang penyakit Parkinson. Penyakit yang menyerang saraf dan sering menjangkit kaum manula. Tangan gemetar ketika digerakkan dan harus dituntun jika hendak berjalan. Tidak tahu asal-usulnya mengapa nenek Tasik tiba-tiba terserang penyakit itu. Yang jelas, setelah kami menikah nenek memang sudah sakit, namun masih mampu berjalan sendiri. 

Entah sebuah kebetulan, suami diutus untuk melakukan perjalanan dinas dari kantor selama dua hari. Kamis dan Jumat (13-14/2). Berhubung tinggal di remote area, maka setiap pekerja diberikan jatah dua hari perjalanan sebelum dinas dan dua hari setelah dinas. Sehingga perjalanan dinas dimulai dari Selasa (11/2) dan berakhir pada hari Minggu (16/2). Biasanya aku memilih untuk tinggal di rumah saja. Namun kali ini, dengan perasaan tak keruan kuputuskan untuk ikut bersama bayi kami yang akan menginjak tujuh bulan. 

"Abang sudah menelpon Bapak, dek."

"Loh, kan kita sudah sepakat untuk tidak menghubungi Bapak, Bang!" Kutahan emosi sebisa mungkin untuk menjaga perasaan suamiku. 

"Bapak pasti marah, dek kalau kita tiba-tiba berada di Bandung. Karena kondisinya seperti ini..." wajah suamiku mengiba, membuatku tak tega. 

"Tapi Bang..." belum sempat kulanjutkan, suami segera memotong. 

"Abang harus ke lapangan sekarang, dek. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati ya Bang!" kujawab dengan perasaan jengkel yang kupendam. 

Terngiang kembali isi sms dari Bapak mertua. 
"Iwan, Graha kondisi nenek sudah lemah sekali. Minta doanya ya."

Kabar tentang kondisi nenek yang drop sudah kami dengar beberapa hari lalu dari ibu mertua via hp. Sudah beberapa hari Mamah di Tasik untuk merawat ibunya (nenek), meninggalkan bapak mertua bersama Ganang, adik iparku. Sejak terkena serangan jantung akhir 2012 lalu, Bapak memang lebih khawatir jika hendak bepergian jauh. Namun sms itu, jelas sekali kalau Bapak juga berada disana dan menyaksikan langsung keadaan nenek. Ini artinya kondisi nenek sangat serius. 

Selasa pagi (11/2) kami bertiga tiba di Bandara Husein, Bandung dengan selamat. Sementara suami menunggu bagasi, aku bersama Nai menantinya di cafe depan bandara. Lumayan, Nai bisa menikmati menu sarapannya dengan santai. Tidak lama kemudian kulihat suami menghampiri kami dengan bagasi. 

"Dek, Bapak dan Mamah sudah dalam perjalanan ke Bandung rupanya."

Kulihat wajah segan suami saat bicara karena ia tahu aku akan marah. 

"Tuh, kan adek bilang apa! Seharusnya Abang enggak perlu mengabarkan rencana kita ke Bandung. Biar kita yang melanjutkan perjalanan ke Tasik, Bang! Mereka bisa menunggu disana..." suaraku sedikit tinggi karena dugaanku ternyata benar. Moodku tiba-tiba kacau. Bisa-bisanya suami mengubah rencana tanpa kompromi terlebih dahulu. 

Suami memutuskan untuk memanggil taxi mengantarkan kami ke rumahnya di Panghegar, Bandung. Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam. Kesal dengan keputusan suami yang tidak pikir panjang. 

"Dek..." benteng kesabarannya luluh lantak, suamipun memulai pembicaraan. 

"Ya..." kujawab singkat tanpa melihatnya. 

"Abang kasian aja sama Nai. Dia masih terlalu kecil untuk perjalanan jauh."

"Bang! Nenek belum pernah melihat Nai sejak lahir. Sudah sering nenek bilang agar membawanya ke Tasik. Ini kesempatan kita untuk mewujudkan keinginan beliau, Bang! Kita enggak pernah tahu umur seseorang. Setidaknya beliau sudah melihat cicit pertamanya sekali saja!" kali ini aku berkata tegas, entahlah aku juga heran dengan ke-ngotot-anku. Tapi sungguh, ini datang dari dalam sanubariku. 

"Abang apa enggak ingat, yang mengasuh Abang saat bayi itu nenek. Bapak sendiri yang bilang, pas Abang diare dititipkan ke nenek sampai Abang sembuh. Bahkan lama disana."

"Tapi Mamah bilang nenek biasa kayak gitu, dek."

"Enggak ada alasan untuk Abang enggak ke Tasik. Titik!"

Tak kuhiraukan sopir taxi mendengarkan pembicaraan kami. Suasana yang ada hening. Kalau kondisi Naira yang ia khawatirkan, itu hanyalah excuse agar bisa lebih lama menghabiskan waktunya di Bandung. Padahal ia sendiri tahu bagaimana track record Nai selama ini dalam hal traveling. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apalagi Bandung-Tasikmalaya hanya tiga jam dengan jalur darat. Tidak lebih lama jika dibandingkan perjalanan panjang dari Sangatta-Balikpapan hingga 8 jam. Jalannya bahkan jauh lebih buruk dan berkelok-kelok. 

Setiba di Panghegar, tepat saat taxi kami berhenti terlihat Mamah dan Bapak mertua sama-sama turun dari ojek. Artinya, mereka sudah naik bis sejak kami boarding dari Balikpapan. Ah, andai saja...

***

Alhamdulillah suami memutuskan untuk berangkat menjenguk nenek ke Tasik sore itu juga. Tentunya setelah aku mendesaknya di hadapan mertua. Tapi Mamah dan Bapak melarangku  untuk ikut bersamanya. Dengan terpaksa, aku mengiyakan. Takut kualat melawan mertua. Setidaknya suami sempat melihat kondisi nenek sebelum dinas ke Cikampek selama dua hari. Sebelum terlambat.

Kuraih hp yang tak jauh dari jangkauan, sembari mendampingi Naira yang sudah tertidur. Kecapaian. Pesan bbm masuk. 

Suami: Dek, Abang udah di rumah nenek 
Aku: Alhamdulillaah. Gimana nenek bang?
Suami: Pas Abang baru sampai, nenek langsung nanya Nai, Dek
Aku: Tuh, kan!
Suami: Nenek udah lumayan tenang kata sodara-sodara. Sebelumnya ngelindur terus. Trus sempat juga tadi nunjukin video Nai. Nenek takzim melihatnya
Aku: Nenek ingin ketemu sama Abang dan Nai. Adek yakin sekali. Makanya sekarang nenek lebih tenang. 

Lima menit. Sepuluh menit bbm tidak berbalas. Tiba-tiba, hpku bergetar. Suami meneleponku. 

"Assalamualaikum, Bang."

"Waalaikumsalam, Dek. Nai udah bobo?"

"Udah, Bang. Baru aja. Gimana nenek, Bang?"

"Telinga nenek berdarah, Dek! Kayaknya digigit semut. Tapi udah dibersihkan, sih. Bantal dan sprei juga udah diganti. Sekarang nenek udah tidur pulas."

"Bawa aja ke rumah sakit, Bang. Takut kenapa-napa. Kasian nenek, pasti tersiksa!"

"Enggak apa-apa, Dek. Lagian nenek udah tertidur pulas. Oya, besok pagi Abang pulang ke Bandung. Abang dijemput pukul 5 sore dari rumah untuk dinas ke Cikampek."

"Yaudah Abang istirahat ya. Salamualaikum. Salam buat nenek ya Bang!"

***

Pukul tiga sore hari Rabu suami tiba di rumah. Membayangkan perjalanannya saja terasa sangat melelahkan. Ada perasaan lega aku dan Nai tidak ikut ke Tasik. Namun tetap saja hati ini merasakan ada yang kurang. Setelah makan siang, suami menceritakan lagi pada orang tuanya tentang nenek. Tidak sempat beristirahat, suamipun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Cikampek. 

Waktu sudah menunjukkan pukul 4.30 sore. Kumanfaatkan setengah jam sisa waktu tersebut untuk mandi dan shalat Ashar sebelum suamiku dijemput. Sementara Naira sudah berpindah tangan ke Bapak mertua sejak selesai kukenakan ia pakaian. 

Belum juga salam, kudengar suami menelepon paman di Tasik perihal kondisi nenek. Konsentrasi detik-detik hendak salamku buyar. Pikiranku sudah tidak-tidak. Setelah salam, kulipat mukena parasutku sekenanya. Kuserbu suami yang terlihat mondar-mandir di ruang tamu sambil menelepon. Bapak dan ibu mertua juga terlihat sibuk dengan mimik wajah yang tampak tegang. Pikiranku liar, namun tak ingin kuungkapkan. Tak sabar kutanya suami tentang yang sebenarnya. 

"Ada apa, Bang?" suami belum menjawab, Mamah langsung memotong. 

"Mamah sama Bapak disuruh ke Tasik sekarang juga, Teh. Kayaknya nenek juga udah enggak ada." 

Ya Allah, tak tahu lagi bagaimana perasaanku mendengar kata-kata ibu mertua. Beliau dengan tenang menjawab seperti sudah begitu siap dan ikhlas. 

"Teteh sama Nai ikut, Mah! Setidaknya keluarga Tasik bertemu Nai."

"Enggak usah, Teh! Mamah sama Bapak naik bis. Biar aja Teteh tinggal di rumah sama Ganang. Bentar lagi pulang dari kampus. Riweuh bawa bayi, kasiaan!"

Diluar dugaan justru Bapak mengizinkan. 
"Udah, enggak apa-apa lah. Teteh ikut aja sama Nai."

Tanpa ba-bi-bu kukemas semua peralatan Nai dan beberapa pakaianku dalam satu tas. Tak lupa Al-Quran saku kuikutsertakan di dalamnya. Untungnya suami memohon bantuan rekan kerja yang hendak menjemputnya ke Cikampek untuk mengantarkan kami ke terminal bis terdekat jurusan Tasikmalaya.  Syukurlah mereka memenuhi keinginan kami. Sebenarnya aku sudah meminta suami untuk menggunakan mobil rental atau mencari sopir untuk mobil Bapak menuju rumah nenek. Namun Mamah tidak setuju, tetap bersikeras dengan pendapatnya. Sepanjang jalan ke pool bis kami lebih banyak diam. Cemas. Khawatir. 

Tiba di terminal, bis masih kosong. Sepertinya kami harus menunggu beberapa jam lagi untuk berangkat. Terus terang aku kesal. Lebih karena asap rokok yang dengan seenaknya disembur oleh salah satu calon penumpang yang duduk agak jauh dari posisiku dan Mamah di ruang tunggu. Kuputuskan untuk keluar dari situ. Aku tidak mau asap rokok dihirup oleh Nai. Apa dia tidak tahu akibat dari asap rokok jika dihirup Nai? Apa dia mau menanggung biaya rumah sakit jika Nai dirawat gara-gara terhisap asap rokoknya? Ah, pikiranku kacau sudah. 

Yang terjadi selanjutnya sungguh mencengangkan. Aku yang baru saja tenang sambil menggendong buah hati di depan musholla kebingungan. Tidak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah semua terburu-buru dan panik setengah mati, setelah kecemasan dan kekhawatiran menyelimuti hati, mendadak berubah 180 derajat. Tiba-tiba saja suami memanggil menyuruh masuk mobil kembali. 

"Ada apa ini? Kenapa pulang lagi?" tanyaku dengan ekspresi tak mengerti. Terdengar Mamah berbicara cepat sekali dalam bahasa Sunda yang sulit kumengerti terjemahannya. Lalu disambut tawa oleh Bapak dan Mamah yang membuatku semakin tak waras. Kenapa sekarang jadi tertawa? Belum terjawab rasa penasaran ini, kuikuti saja perintah suami untuk masuk mobil. 

"Kenapa koq pada ketawa, sih?" tanyaku pada suami. 

"Mamah salah baca sms, Dek!" jawabnya disertai seringai tawa. Aku tersenyum masih tak mengerti. Kuarahkan pandangan ke Mamah yang salah tingkah.

"Iya Teh, tadi pas lagi duduk di ruang tunggu bis Mamah buka lagi hp. Lihat sms tadi ternyata itu sms tanggal 7 Februari kemarin. Trus Mamah telepon Mang Uden, eh katanya nenek baik-baik aja." 

"Tapi kan Abang juga udah langsung nelpon ke Tasik sebelum berangkat ke terminal tadi? Katanya gimana?" kualihkan pandangan ke arah suami meminta klarifikasi. 

"Memang tadi katanya nenek udah dipasang Oksigen sama bidan depan rumah. Sempat terasa sesak katanya." 

Karena situasi menjadi riuh di mobil, akupun jadi tertawa. Bahkan sambil bercanda mengingat kecemasan dan rencanaku mendesak suami untuk menyewa mobil. 

"Coba tadi pake mobil rental, harus bayar cancellation feenya kan! Haha Bapak sih enggak periksa dulu smsnya!" kini Mamah yang menyalahkan Bapak karena tidak ikut mengecek sms dengan teliti. 

"Loh, koq jadi Bapak yang disalahkan? Kan Mamah yang baca smsnya! Lagian harusnya kalau ada sms pasti bunyi. Tadi bunyi, enggak?" todong Bapak tidak mau kalah. 

"Iya ya, tadi sih Mamah lagi hapus-hapusin sms lama. Trus kebaca sms itu. Langsung tunjukin ke Bapak!"

Sumpah! Tawaku meledak seketika. Juga semua yang ada di mobil. Tidak enak juga karena sudah merepotkan rekan suamiku. Sepanjang perjalanan ke rumah yang ada hanya tertawa penuh canda. Belum lagi suami yang memberi saran gila untuk melanjutkan saja perjalanan ke Tasik karena terlanjur malu sudah pamitan sama tetangga. 

Benar saja, tetangga terheran-heran karena baru satu jam kami sudah kembali lagi. Berhubung maghrib tiba, suami memutuskan untuk berangkat setelah shalat. Biar rekan kerjanya juga bisa istirahat dan menghangatkan tubuh dengan teh hangat. Pakaian basah Nai kujemur kembali di belakang. Kebetulan Ganang juga baru saja pulang dari kampus. Ia terperanjat juga dan bingung. Suami menceritakan kembali kronologisnya pada sang adik hingga ia mengerti. Lalu aku shalat maghrib.

Saat hendak membongkar kembali barang bawaan, saat suami baru saja pulang dari mesjid, hp suami berdering. Suami berbicara dengan bahasa Sunda. Percakapan yang sangat singkat karena ia hanya menjawab "terima kasih."

"Bang, ada apa?"

"Nenek udah meninggal, Dek! Baru saja. Mah, yang tabah ya!" 

Bagai halilintar, ucapan suami begitu menggelegar di telinga. Detik itu juga Bapak memeluk Mamah ikut bersedih. Ganang yang tertunduk lalu menghubungi Graha yang bekerja di Cilegon, adik iparku. Sementara aku? Aku langsung terduduk di kursi yang memang tepat berada di belakangku. Seandainya kursi itu tak ada, dapat dipastikan aku tersungkur lunglai. Tubuh tiba-tiba terasa layu. Butiran bening itu cepat sekali keluar dari mataku. Seketika itu pula tangisku pecah. Suami menenangkanku. Aku yakin ia tahu sekali maksud dari tangisku. Kuraih Nai dari tangan Ganang. Kupeluk dan kuciumi ia sambil menangis. Lalu kukatakan,"Buyut tidak sempat ketemu sama Nai..." Tidak akan pernah. Bahkan cicit pertamanya sekalipun!

Dari kejadian ini, aku belajar beberapa hal. Jangan menunda-nunda untuk berbuat kebaikan. Terutama silaturrahim. Terakhir kali aku bertemu nenek sebelum hamil dan itu hampir dua tahun yang lalu. Saat hamil beliau ingin sekali melihat kehamilanku. Dan yang sangat kusesali adalah sebelum Nai kami bawa ke Kalimantan, kami habiskan satu minggu hanya di Bandung saja. Padahal nenek ingin sekali melihat cicit pertamanya. 

Kedua, jangan pernah tertawa di saat ada saudara atau teman yang sakit. Boleh jadi saat kita tertawa sebenarnya malaikat sedang bekerja menunaikan tugasnya dari perintah Allah. 

Begitulah skenario Allah. Semua telah tercatat di Lauh Mahfudz. Manusia hanya melakonkan saja namun Allah yang Maha Berkehendak. Memasrahkan segalanya padaNya dan menjalankan semua perintahNya. 

Semoga arwah nenek diterima oleh Allah swt. Dari sekian sanak famili yang menjaga nenek, tak mereka sadari sakratul mautnya hingga akhir hayat tiba. Semoga khusnul khatimah. Aamiin.





Minggu, 16 Februari 2014

Suddenly, Miss Sangatta Very Much!

Beberapa hari menghabiskan waktu di Kota Kembang, tiba pula waktunya untuk pulang. Biasanya kalo yang namanya turun ke kota, senengnya bukan main. Tapi tidak untuk kali ini.

Gimana enggak kaget coba! Pas baca beberapa info dari sosial media manapun, imbas dari letusan Gunung Kelud dalam beberapa jam saja udah menyebar luas hingga ke Yogyakarta. Padahal lokasinya di Jawa Timur. Inget banget, pas hari Jumat siang saya menjemur pakaian di belakang rumah mertua. Memang sih cuacanya kayak mendung, tapi ada yang aneh! Langit enggak keliatan awan, tapi mendung. Sekilas saya merasakan kayak hujan, tapi enggak terasa ada air yang menetes. Yah, daripada pulang dengan pakaian basah, saya biarkan aja di jemuran. Toh kalau hujan bisa diangkat lagi.

Masih dengan televisi yang tidak dinyalakan sejak pagi. Waktu itu sore sekitar pukul 5.30 pm. Udah baca sih dari status-status temen yang memberitakan letusan Gunung Kelud. Pas mau ngangkatin jemuran, awalnya biasa aja. Tapi ngeliat bajunya suami yang berwarna gelap, kayak ada abu menempel. Tipis banget memang tapi sangat kentara terlihat. Jangan-jangan...!

Bener aja, pas chatting sama teman-teman via bbm mereka pada bilang kalau pergerakan abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud sudah sampai ke Jawa Barat. Laa ilaahaillallaah... Gimana dengan penerbangan dari Bandung ke Balikpapan? Memang sih suami udah ngecek dari Jakarta (sedang dinas) katanya tiket dari Bandara Husein, Bandung udah sold out. Namun entah kenapa, saya udah curiga kalau Bandara juga bakal ditutup sementara karena abu sudah tebal di sekitar stasiun Bandung (mendapat kabar dari teman via WA). Untungnya suami orangnya cepat tanggap. Saya diminta untuk memesan tiket ke Balikpapan dari Cengkareng.

Astaghfirullaah, ternyata benar. Pas TV dinyalakan ada informasi melalui KompasTV bahwa Bandara Husein, Bandung telah ditutup. Huff, gak perlu was-was karena menurut informasi malah ada penumpang yang hanya 50% dari harga tiket beli yang direfund.

Alhamdulillah Bandara Soetta, Jakarta masih beroperasi bandaranya. Hanya beberapa tujuan yang tidak dibuka terlebih dahulu mengingat kondisi yang belum bisa terbang. Sekarang kami sedang di BNI Lounge sambil menunggu boarding dan menikmati hidangan untuk menghilangkan lapar dan dahaga. Cuacanya saat ini mendung banget diluar, awan tampak gelap dan tadi sempat hujan juga.

Ah, memang Sangatta ngangenin banget. Bersyukur rasanya tinggal walaupun di kawasan remote area, namun terasa nyaman disana.

Sangatta... I'm comiiiiing!!!

Senin, 10 Februari 2014

Selamat Jalan Pak Walikota Banda Aceh, Mawardi!

Sabtu malam, 8 Agustus lalu entah ada angin apa yang menggerakkan suami untuk menyalakan TV. Karena sudah hampir tiga bulan ini dengan tega dan nyaris kami biarkan ia nganggur begitu saja di ruang tamu. Paling sesekali saja itupun kalau ingat.

Baru beberapa menit TV nyala, tiba-tiba seorang teman mengirim pesan BBM mengingatkan tayangan ulang talkshow di chanel MetroTV. Setelah kira-kira 30 menit berlalu, tak sengaja mata terarah pada catatan kaki ketika giliran iklan ditayangkan. JDERRR. Laksana disambar gledek, jantung serasa berhenti sesaat. Enggak percaya. Sampai-sampai nunggu lagi 'footnote' yang berjalan ke kiri itu berulang. Ternyata benar. Bapak Walikota Banda Aceh, Mawardi meninggal dunia. Innalillahi wainna ilaihi raaji'un saya ucapkan bersama suami. 

Mungkin untuk rakyat Aceh yang mengenal beliau saja yang merasa kehilangan. Rekan dan sahabat-sahabat, serta sanak keluarga. Tapi ada kesan yang tak akan terlupakan oleh kami berdua walaupun kami bukan siapa-siapanya beliau. Yaitu, pada saat kami menghadiri undangan malam Australian Alumni Award sekaligus Gala Dinner di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan Juni 2012 silam. Beliau dinobatkan sebagai salah seorang yang inspiratif mendapat penghargaan untuk kategori Inspirational Award, selain Ibu Mari Elka Pangestu. 

Sangat tidak menyangka kalau malam itu harus mendengar sambutan pertama dan terakhir dari beliau. Sambutan spektakuler dari seorang berpengaruh yang mengaku sudah lama tidak pernah lagi berbahasa Inggris. Sangat rendah hati menurut saya untuk ukuran seorang pemimpin. Ternyata, malam itu pula pertemuan sekaligus perbincangan kami untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Sampai detik ini masih teringat oleh kami detik-detik itu. 

Setelah pembagian penghargaan kepada finalis dan pemenang, acara dilanjutkan dengan Gala Dinner. Saya memberanikan diri untuk menyapa Pak Mawardi yang saat itu hendak berbincang dengan Najwa Shihab. Kemungkinan terburuk sudah siap saya terima, dicuekin. Tapi diluar dugaan, ketika menyapa beliau dengan bahasa Aceh mendapat respon positif walaupun disuruh tunggu sebentar  ada hal penting yang harus disampaikan ke Mba Najwa. 

Sudah direspon saja senangnya bukan main, maka saya putuskan bersama suami untuk menikmati menu yang seumur-umur belum pernah dicicipi. Maklum, biasanya hidup di hutan hehe. Yang lainnya banyak yang berdiri agar bisa sambil berbincang, persis gaya orang bule. Tapi kami berdua memilih makan sambil duduk. Piringnya kepenuhan soalnya. 

Tak disangka tak diduga, sosok walikota Banda Aceh tersebut menghampiri kursi kami berdua yang terletak lumayan jauh dari posisi beliau berbicara tadi. Speechless. Itulah yang saya rasakan. Sementara suami baru mengakui saat di taxi dalam perjalanan pulang. Beliau yang malah membuka pembicaraan dan banyak bertanya tentang kami secara personal. Saat itu kedekatan antara anak dan bapak lah yang terasa. Kami bukan orang yang berpengaruh, bukan elit politik, bukan pengusaha, bukan apa-apa. Hanya orang biasa. Namun Beliau begitu legowo duluan menyapa dan bisa dibilang mencari jejak kami malam itu. Sepuluh menit itu tidak terasa dan waktu yang sangat berharga bagi kami berdua. Dan ternyata Allah sudah mengatur sedemikian rupa. 

Kesan itu menjadi kenangan yang sangat berarti bagi kami dan keluarga. Walaupun tidak bertemu, tapi sudah cukup mewakili dari cerita kami. Bahkan di hari yang sama ketika pemberitaan, justru orang tua kami ikut mengabarkan. Ah, andai saat itu kami berada di Banda Aceh. Seluruh upaya akan kami sempatkan untuk ziarah. Terlepas dari kesempatan yang tidak kami miliki tersebut, hanya doa yang bisa dipanjatkan semoga amal dan kebajikan yang telah beliau berikan selama membangun Aceh, khususnya Banda Aceh sejak pasca tsunami diterima oleh Allah swt. 

Aamiin.

Sabtu, 08 Februari 2014

Teknologi VS Peradaban Manusia

Saya tertarik untuk membahas judul ini karena erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Sadar atau tidak, seringkali kita jarang memikirkan hal-hal yang sederhana. Bahkan mungkin menurut sebagian orang, tidak perlu dipikirkan.

Bicara soal teknologi, di era maju seperti sekarang ini bukanlah hal baru. Tidak seperti jaman dulu, tidak semua orang mampu mengakses produk-produk teknologi. Untuk masa sekarang, teknologi tidak hanya mempermudah aktivitas seseorang. Namun lebih dari itu, sudah menjadi kebutuhan dan harus ada. Tidak boleh tidak. Malah ada yang menjadi ketergantungan. 

Mari kita analisa bersama-sama. 

Jika kita melihat generasi saat ini, rata-rata pasti memiliki gadget. Berapa pun harganya, apapun merknya. Dari sekian banyak aktivitas yang menjadi prioritas untuk diselesaikan, seringkali kita nomor duakan jika sudah bersanding dengan jenis teknologi yang satu ini. Fitur-fitur unik, update versi terbaru, aplikasi-aplikasi menarik yang disediakan oleh developer software di dalam gadget, kerapkali membuai penggunanya. Bahkan tidak sedikit yang rela merogoh kocek, berlomba-lomba menjadi yang pertama merasakan kecanggihan gadget terbaru. Begitu pula dengan jenis teknologi lainnya. 

Dilihat dari dampak, tentu ada positif dan negatifnya. Positifnya adalah jarak bukan lagi penghalang. Kalau dulu untuk memberi kabar saja susah sekali, harus melalui surat atau perantara orang lain. Lihat saja sekarang, selama sinyal terang-benderang berada di ujung belahan bumi manapun komunikasi tetap bisa dilakukan. Belum lagi teknologi 'video call' di area 3G, tatap muka hanya dalam hitungan detik saja setelah tersambung. Selain itu, dalam kondisi darurat, teknologi sangat membantu agar pertolongan segera datang. Dan yang paling jelas sekali adalah portable alias bisa dibawa kemana saja. Praktis. Teknologi juga dapat meningkatkan produktivitas kerja, terutama yang aktivitasnya secara langsung membutuhkan alat tersebut agar selesai tepat waktu. Dunia juga terasa kecil karena informasi begitu mudah diperoleh secara online dari seluruh penjuru dunia. Bahkan tidak sedikit yang tersambung kembali tali silaturrahim yang sempat terputus serta mendapatkan jodoh lewat media teknologi. 

Negatifnya adalah membuat manusia cenderung menjadi anti sosial. Menjadikan tatap muka tidak praktis. Bahkan dengan tetangga yang dekat saja tidak tentu setiap hari ketemunya. Dunia maya lebih menarik daripada dunia nyata. Pengaruh yang lain adalah merebaknya kejahatan dan penipuan seperti yang sering kita dapati di berita TV maupun surat kabar. Penculikan, perkosaan, pelecehan acapkali bermula dari penyalahgunaan teknologi. Bahkan korban teknologi tidak dibatasi umur. Dari usia belia hingga yang sudah berumur. Dan masih banyak lagi daftar negatif lainnya untuk dibahas. 

Terlepas dari itu semua, sebenarnya tidak adil juga jika menyalahkan teknologi. Karena secara logika kemudahan ini diciptakan untuk membantu umat manusia. Yang patut disalahkan adalah penggunanya. Hal negatif justru terkuak ketika seseorang menyalahgunakan. Jadi kendali dari pemakaiannya ada pada tangan-tangan manusia itu sendiri. 

Pepatah mengatakan,"Tempatkan sesuatu pada tempatnya". Menurut saya ini juga berlaku dalam menyikapi penggunaan teknologi. Jangan sampai kita dikendalikan olehnya. Justru, kitalah yang harus mengendalikan teknologi. 


Kamis, 06 Februari 2014

Bersyukurlah Selama Panca Indera Kita Masih Sehat

Semua pasti tau, termasuk anak-anak bahwa panca indera terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Kelima organ ini memiliki fungsi penting dalam proses penerimaan informasi yang ingin atau perlu kita ketahui dari alam semesta. Berbahagialah mereka yang kesemua organ utama di atas berfungsi dengan sangat baik. Karena tidak semua orang memilikinya. 

Mata, untuk melihat. Terlepas dari mekanisme penglihatan secara biologis, bisa melihat adalah karunia terbesar bagi seorang manusia. Melihat kedua orang tua, sanak saudara, suami dan anak-anak, pemandangan hijau, hiruk-pikuk kota, menonton televisi, makhluk hidup dan mati lainnya. Melalui mata kita mampu mengenal seseorang dan benda yang ada di sekitar. Ketika ada bahaya mengancam kita mampu menghindar, parit atau tiang mampu kita elakkan. Sekarang coba tutup mata kita, lalu rasakan betapa Allah sayang sekali pada kita. 

Telinga, untuk mendengar. Ketika bangun pagi ingatkah kita suara yang pertama kali kita dengar? Masih ingatkah kita saat-saat guru menerangkan pelajaran di kelas? Atau ketika mama memanggil karena membutuhkan bantuan kita? Saat sahabat karib curhat tentang masalah yang dihadapinya, kala bayi menangis untuk pertama kalinya, ketika suara azan memanggil untuk bersujud padaNya? Apakah kita mendengarkannya?

Musim hujan tiba. Walaupun musim yang terjadi di negara kita sudah tidak jelas lagi  kapan-kapannya. Flu melanda hingga bikin hidung tersumbat. Bandingkan saat kita dapat dengan mudah mencium wangi bunga-bunga di taman, aroma makanan yang mama buat, bebauan yang tidak sedap maupun sebaliknya. Terasa sekali bukan perbedaannya?

Ketika kenikmatan itu adalah pada saat bisa menentukan ini manis, itu asam, garam asin, obat pahit, maka terbayangkah oleh kita ketika apapun yang kita makan terasa hambar? Tanpa rasa. Plain. Ketika lidah sangat membantu setiap insan untuk mengungkapkan sesuatu pada orang lain dan bisa berbicara banyak hal, bagaimana jika sebaliknya? 

Alangkah nikmatnya ketika kita masih mampu membedakan hawa panas maupun dingin. Merasakan merinding tiba-tiba, merasakan perih ketika teriris pisau, sakit ketika dipukul, dan kehangatan saat mama memeluk. Atau tuts keyboard laptop/PC maupun saat mengetik layar touchscreen dari gadget. Lengkap sudah. 

Namun tanpa disadari, kesempurnaan yang kita rasakan dari indera tersebut menjelma menjadi comfort zone dalam diri. Kita dimanjakan oleh rasa nyaman dalam kotak kehidupan sehingga takut keluar darinya. Bagaimana dengan mereka yang punya keterbatasan? Terbayangkah oleh kita perjuangan mereka dalam mengakses informasi tentang dunia agar mereka juga paham seperti kita? Mampukah kita jika berada di posisi mereka? 

Bersyukurlah pada Yang Maha Pencipta dan Kuasa karena hingga detik ini kita masih diberikan nikmat itu. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan Allah mencabut nikmatNya dari seorang hamba. Mungkin besok atau lusa, atau beberapa tahun lagi. Bahkan mungkin sebentar lagi. Tugas manusia hanya bersiap-siap saja. Kesiapan yang Allah sendiri sudah berikan di dalam kitab suciNya. 

"Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS: Ar-rahman)

Kandungan Novel "Bidadari-Bidadari Surga" By Tere Liye

Lagi-lagi, saya salut sama Bang Tere yang mampu menggambarkan kisah haru dari novel ini. Pelajaran yang sangat berharga dan sudah hampir tidak kita temui lagi di kehidupan. Kalau pun ada dari 1000 yang disensus, cuma 1. 

Kali ini saya menghindari sinopsis karena sekalian belajar bikin resensi untuk 4 judul buku (cuma punya 1 buku dari 4) yang diselenggarakan oleh KBM. 

Saya rasa Bang Tere sangat rajin melakukan perjalanan. Terbukti dari pengakuannya, tulisan novel beliau ini juga berdasarkan kisah nyata sebuah keluarga di lembah Lahambay. Penulis yang bernama asli Darwis ini langsung mewawancara Mamak Lainuri tentang kisah yang dialaminya. Pasti kalian berpikir ini kisah yang sempurna. Maaf, kalau begitu sangkaan kalian salah besar. 

Dari cerita awal saja sudah membuat saya bertanya-tanya maksudnya ini apa. Jadi Mamak Lainuri ini memiliki 5 orang anak. Secara berurutan anak beliau adalah Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri dan Yashinta. Bang Tere juga mendeskripsikan dengan sangat detail perawakan mereka sekaligus rumah dan sekitar setting yang dikisahkan. Jadi benar-benar terasa seperti menonton live ketika membaca bukunya. 

Inti kisah dalam novel ini adalah pengorbanan seorang kakak akan masa depannya demi agar adik-adiknya sukses. Kakak disini jelas seorang Laisa. Ketika saya membacanya, sungguh terasa energi besar yang Laisa rasakan dalam hidupnya untuk meraih harapan besar akan masa depannya. Tapi himpitan ekonomi serta kasih sayangnya akan ibunya serta adik-adiknya, Laisa rela putus sekolah menginjak usianya 11 tahun. Ia memutuskan membantu ibu mengumpulkan uang dengan berladang, dan menyambi kerjaan yang lain. 

Uniknya, karakter dari tokoh-tokoh disini sangat beragam. Sehingga saat membaca terasa sekali menariknya. Tidak membosankan sama sekali. Padahal ada 30 bab lebih dari seluruh isi buku itu. Hebatnya lagi Bang Tere berhasil menceritakan kisah ini dengan sangat apik dan menjawab semua pertanyaan yang menumpuk kepala kita di awal-awal bacaannya. Tidak ada yang luput. Benar-benar indah dan sangat nyata. Ingin rasanya kalau detik ini di hadapan saya ada Bang Tere bertanya, " Koq bisa sih?"

Saya berani jamin siapa saja yang baca buku ini tidak akan ada yang tidak menangis. Dari mulai fisik seorang Laisa yang jadi bahan cemoohan, pengorbanan besarnya, ketegaran dan keberaniannya, dan satu hal yang sangat berharga yaitu kesetiaannya. Dia tidak pernah ingkar janji dan tidak pernah datang terlambat untuk keluarganya. Bahkan dia tidak memikirkan dirinya sendiri. 

Membaca cerita ini benar-benar memberikan pesan yang membekas di hati. Berbeda sekali dari buku-buku lain yang pernah saya baca. Bukan mengagung-agungkan penulisnya, tapi jujur dari hati saya mengungkapkannya. Bang Darwis Tere Liye ini betul-betul paham apa yang ingin beliau sampaikan kepada pembaca. Tidak sekedar meraup keuntungan, tapi juga mengajarkan nilai lewat tulisan. Seolah-olah dia tidak ingin pembaca merasa rugi telah mengeluarkan kocek demi membaca bukunya. 

Terakhir, saya sangat sarankan kalian untuk membeli dan membaca buku ini. Lalu bagikan atau hadiahkan kepada siapa saja yang memiliki saudara kandung. Sungguh nilai-nilai seperti di dalamnya sudah sirna untuk jaman sekarang ini. Mari kita bangkitkan lagi nilai luhur dan mulia tersebut dalam kehidupan kita. 

Peace ;)

Rabu, 05 Februari 2014

Kandungan Novel "Moga Bunda Disayang Allah" karya Tere Liye

Jujur, gak nyesal hari jumat siang (31 Januari 2014) lalu beli langsung empat buku Tere Liye. Mungkin karena belinya di Bontang total harganya 202.500 rupiah. Buat sebagian mungkin mahal, mending beli rokok. Tapi buat seorang kutu buku kayak saya, itu gk ada apa-apanya dibanding isi yang terkandung dari novel yang saya beli. Suami aja ampe ngelipat dahi. 

Salah satu novel yang saya beli berjudul "Moga Bunda Disayang Allah". Yang ternyata udah difilmkan tahun 2013 lalu. Hellooo... Kemane aje gue??? Kebetulan tahun lalu saya juga melahirkan. Boro-boro nonton film, nonton tv aja jarang banget. Hemat saya, ini adalah novel spektakuler seumur-umur saya baca buku. Sumpah pake banget dah. 

Sekilas dari judul kayaknya standar aja ni ceritanya. Paling banter nebaknya seorang ibu yang udah ngelahirin anaknya dan mengurus segala hal dengan baik. Ternyata SALAH, walaupun ada benarnya. Benar seorang ibu yang mengasuh anaknya. Tapi tidak sesederhana yang kita pikirkan. 

Sungguh, Bang Tere benar-benar piawai menggambarkan kisah nyata di novel ini. Kisah keluarga kaya-raya yang dianugerahkan anak saat usia mereka diatas 40 tahun. Padahal mereka menikah di usia muda. Seorang yang disegani menyarankan keluarga ini untuk bersedekah hingga akhirnya sang istri hamil. Kandasnya, saat mereka berlibur di pantai anak perempuan yang sudah berusia tiga tahun itu terkena lemparan piring Brisbee saat sedang main air laut. Dia jatuh terduduk, namun tidak pingsan. 

Sekilas memang tidak ada yang aneh, tapi di hari yang sama setelah melihat Melati (nama anak perempuan itu) jalan terantuk-antuk, dokter memvonis buta pada anak mereka. Naasnya lagi, beberapa lama kemudian anak ini malah tuli dan juga bisu. Tiga kemampuan sekaligus terenggut di usia yang terbilang sangat belia. Saat itulah kesabaran kedua pasang paruh baya diuji. Sudah banyak usaha yang ditempuh, termasuk memanggil dokter ahli terapi beserta timnya. Sia-sia. 

Hingga akhirnya, anak dari kenalan mereka merekomendasikan seseorang yang sangat mengenal dunia anak-anak. Disini terjadi tawar-menawar karena pria yang dimaksud mengalami trauma berat karena tidak bisa melupakan kecelakaan yang menewaskan 18 orang anak kecil akibat badai di laut saat mengajak tim taman bacaan yang dikelolanya mengenal alam laut. Saat ia sadar akan sesuatu, pria yang bernama Karang bersedia menolong keluarga kaya tersebut untuk membantu Melati yang sempat hampir membawanya ke Rumah Sakit Jiwa. 

Karang menguras pikirannya untuk mencari cara agar Melati memiliki akses untuk belajar. Bayangkan saja, ia tak bisa melihat, mendengar dan berbicara. Disitulah tantangan terbesar untuk Karang. Mengenalkan dunia termasuk kedua orang tuanya, serta orang-orang di sekitar. 

Konflik dalam buku ini justru saat-saat di mana Karang mengajarkan Melati untuk mengenal benda. Awalnya Karang marah sekali melihat Melati tidak makan dengan sendok, malah dengan tangan tapi lebih tepatnya mengacak-acak makanan. Menurut Karang cara makan seperti itu tidak manusiawi, sama seperti binatang. Untuk membiasakannya saja butuh seminggu. Itu juga setelah Karang diminta pergi dari rumah itu oleh ayah Melati karena ditemukan botol alkohol di kamarnya. Pada hari yang sama Tuan HK tersebut harus ke Jerman selama 3 minggu untuk meeting urusan bisnis keluarga. Saat itu pula Karang memohon pada Bunda HK untuk memberi perpanjangan waktu hingga 20 hari kedepan (sehari sebelum kepulangan Tuan HK dari Jerman).

Sayangnya, progress Melati sangat lambat. Untuk dapat duduk di kursi saja butuh waktu 1 minggu. Menurut Karang, pembiasaan saja tidak cukup. Melati harus tau bahwa yang dia duduki itu bernama kursi, bahkan harus tau apa itu duduk. Hingga hari terakhir jatah waktu Karang malah ada kejutan besar. Tuan HK pulang sehari lebih awal hendak memberi surprised. Tapi terlanjur basah, kadung ketahuan bahwa Karang masih di rumahnya saat mereka sarapan bersama di ruang makan. 

Tuan HK marah besar merasa istri menipunya. Kerah baju Karang ditarik dan jarak kedua wajah sangat dekat sekali saking marahnya. Di saat itu lah keajaiban terjadi. Melati menemukan cara untuk mengenal benda. Awalnya ia merasakan air di telapak tangannya. Karang yang begitu menyadari itu semua meraih sebelah tangan Melati yang lain sambil menuliskan huruf di telapak tangannya, lalu mengarahkan telapak tangannya ke mulut Karang agar dirasakan suara Karang melalui kulitnya. Hingga akhirnya Melati tahu segala hal dengan teknik tersebut. Atau dikenal dengan teknik Tadoma. 

Sungguh, membaca buku ini mengaktifkan semua indera yang kita miliki. Perasaan berkecamuk. Menangis. Ah, baca saja bukunya. Banyak pesan di dalamnya. Bahkan jadi bahan pelajaran hidup terutama buat saya yang memiliki bayi. Bersyukurlah kita yang diberikan kesehatan panca indera oleh Allah. Dan kisah ini terilhami oleh perjuangan Hellen Keller yang bisa di cek di wikipedia :)

Menulis Itu Adalah...

Sudah beberapa hari ini mata saya sembab, kebanyakan nangis. Mata sedikit 'terbuka', hati semakin peka, seluruh indera terpacu. Bukan karena lagi musuhan, bukan juga karena sedang menghadapi masalah, atau malah nangis liat berita di teve. Lebay sekali. Hal diatas saya rasakan gara-gara membaca novel. Bukan Gara-Gara Indonesia. Itu sih buku yang ditulis oleh Mas #AgungPribadi. 


Novel karangan siapa tidak penting. Yang jelas, novel ini sedikit banyak memberikan pandangan kepada saya tentang cara menulis. Sungguh membuat saya berdecak kagum. Sehingga membuat saya berkesimpulan bahwa...


Menulis itu sederhana. Sederhana dalam artian luas. Dari novel itu saya bisa katakan bahwa gaya penuturannya sangat sederhana. Mudah dicerna oleh saya yang selama ini buta dengan istilah-istilah sastra. Ide ceritanya juga "simple", berkisar pada kehidupan sehari-hari. Sehingga mudah sekali mengikuti alur ceritanya walaupun dikemas secara acak. Atau dikenal sebagai alur campuran. Intinya juga sederhana, mudah dimengerti. 


Yang membuat menarik adalah ketika membacanya serasa menonton film di layar lebar. Seolah nyata. Perasaan yang bercampur-baur, seperti diaduk-aduk. Kesal, marah, bahagia, sedih, terkejut, tertawa. Begitu hidup. Saat bagian yang sedih, tiba-tiba saja mata perih, lalu keluar air hingga pipi basah. Ketika ada selipan humor, tertawa jadi hal yang tak bisa ditahan. Sampai keluar suara. Tiba di bab yang berisi pesan, otomatis kepala manggut-manggut tanda setuju. Belum lagi ceritanya sengaja dipotong-potong, bikin gemes ingin tau kelanjutannya seperti apa. Sampai akhirnya mulut ber, "Oooo, begitu rupanya!" 


Menulis itu juga harus jelas pesannya apa. Pembaca tidak mau dikecewakan karena merasa sudah menyia-nyiakan waktu, yang sebenarnya bisa melakukan hal lain yang lebih penting. Singkatnya, harus ada yang membekas di hati. Selain pesan, ceritanya juga harus jelas. Kenal sama tokoh di dalamnya, konsisten dalam setiap penggalan cerita (misal; umur, karakter, dll) dan yang terpenting adalah sebuah cerita harus logis. 


Satu lagi menurut saya, tulisan itu harus punya kejutan-kejutan. Membuat pembaca terperangah. Berdecak kagum. Angguk-angguk setuju. Merinding ketakutan atau terharu. Sehingga membuat tidak sabar sampai-sampai gerakan mata saat membacanya jadi begitu cepat. Saking penasarannya. 


Tapi ada satu hal yang sulit. Yaitu, memulai menulis. Kalau membaca karya orang lain rasanya koq gampang banget gitu. Rumusnya padahal udah keliatan, tapi begitu jari ingin digerakkan tiba-tiba 'mati ide'. Gak tau mau nulis apa. Padahal yang kita alami selama hidup banyak sekali. Kalau dibukukan bisa jadi warisan berharga buat anak-cucu. 


Jadi pesan buat teman-teman, saat menulis jangan lupa unsur-unsur di atas  ya... Soalnya kalau saya yang disuruh menulis, maka jawaban saya adalah, "BELUM BISA". -_-